Jumat, 14 Oktober 2011

orang-orang beriman dalam QS. AL-MU'MINUUN ayat 1-11


BAB I
PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG
Dalam kaca mata Islam, orang yang hidup di dunia itu terbagi menjadi dua macam yaitu orang mukmin dan orang kafir. Orang mukmin yang dalam kesehariannya selalu menanamkan akidah dan syari’at Islam yang dituangkan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya serta selalu menjaga hubungan baik kepada Allah SWT maupun kepada manusia lainnya. dan mereka akan gembira di dalam taman (surga) bergembira.[1]
Sedangkan orang kafir dalam kehidupan di dunianya selalu melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, baik yang bersifat lahir (tingkah laku) maupun batin (qolbu), dan yang paling parah adalah mengingkari adanya sesuatu yang trandensental yaitu Allah SWT beserta ayat-ayat-Nya. maka sebagai ganjarannya mereka akan dimasukkan ke dalam siksaan (neraka).[2] Allah berfirman dalam surat Ar-Ruum ayat 44 yang artinya: “Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan).” QS. Ar-Ruum: 44
Beruntunglah bagi orang-orang yang beriman yang senantiasa taat dan patuh pada ajaran agama. karena dengan hal itu maka orang-orang yang beriman akan mendapatkan kemenangan yang sejati bukan kemenangan yang berupa materi atau harta, melainkan kemenangan yang diidam-idamkan oleh orang-orang Islam yaitu kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhiarat dari Allah SWT.
Berbicara masalah kemenangan orang-orang yang beriman, Allah berfirman dalam surat Al-Mu’minuan ayat 1: “Sesungguhnya menanglah orang-orang yang beriman”. Kalimat "menang" adalah bukti bahwasanya perjuangan telah dilalui menghadapi musuh atau berbagai kesulitan dengan ikhtiar yang semaksimal mungkin.
Orang tidaklah sampai kepada kemenangan, kalau dia belum melalui dan mengatasi rintangan yang bertemu di tengah jalan. Memang sungguh banyak yang harus diatasi, dikalahkan dan ditundukkan dalam melangkah untuk mencapai kemenangan.
Menoleh kembali sejarah Bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. seluruh rakyat Indonesia kala itu berjuang keras menghadapi dan melawan musuh dengan semangat pantang menyerah dan usaha tanpa lelah. Demi mencapai martabat yang lebih tingi, rakyat Indonesia harus melalui rintangan dan halangan yang menaruhkan nyawa rakyat Indonesia.
Rintangan dari kebodohan, kemalasan, nafsu-nafsu jahat yang ada dalam diri sendiri, yang mungkin membawa derajat kemanusiaan jadi jatuh, sehingga kembali ke tempat kebimbangan rintangan dari syaitan yang selalu merayu dan memperdayakan, semuanya pasti bertemu dalam hidup. Hati nurani manusia ingin kejayaan,. kemuliaan dan kedudukan yang lebih tinggi. Tetapi hawa nafsunya mengajaknya atau menariknya supaya jatuh ke bawah. Kalau kiranya "pegangan hidup" tidak ada, diri itu pasti kalah dan tidak tercapai apa yang dimaksud, yaitu kemenangan hidup.
Maka di dalam ayat ini diberikan keterangan bahwasanya kemenangan pastilah didapat oleh orang yang beriman, orang yang percaya. Kalimat "Qod" yang terletak di pangkal fill madhi (Aflaha) menurut undang-undang bahasa Arab adalah menunjuk kan kepastian. Sebab itu maka ia (Qad) diartikan "sesungguhnya".
Hanyalah adanya kepercayaan adanya Tuhan  dan diiringi dengan taqwa jalan satu-satunya buat membebaskan diri dari perhambaan hawa nafsu dunia dan syaitan. Penga­laman-pengalaman di dalam hidup kita kerapkali menunjukkan bahwasanya di atas kekuasaan kita yang terbatas ini ada kekuasaan Ilahi. Kekuasaan Ilahi itu­lah yang menentukan, bukan kekuasaan kita. Tetapi kepercayaan dalam hati saja, belumlah cukup kalau belum diisi dengan perbuatan. Iman mendorong sanubari buat tidak mencukupkan dengan hanya semata pengakuan lidah.
Dia hendaklah diikuti dengan bukti dan bakti. Kemudian bukti-bukti itu memperkuat iman pula kembali. Di antara iman dan perbuatan adalah saling isi­ mengisi, kuat-menguatkan, dan saling menyempurnakan. Apabila iman hanya di hati saja tanpa dilanjutkan dengan ikrar bi lisan dan perbuatan atau ibadah yang mencerminkan konsep iman, maka iman itu belum dianggap sempurna. Bertambah banyak ibadat, bertambah kuatlah lman. Bertambah kuat Iman, bertambah pula kelezatan dalam jiwa lantaran beribadat dan beramal. dan hal itu merupakan kebahagiaan yang diinginkan oeh semua orang Islam di dunia.
Oleh karena itu, makalah ini akan memaparkan beberapa persyaratan bagi orang Islam terutama orang-orang yang beriman jika ingin mendapatkan kemenangan yang sejati. Menang mengatasi ke­sulitan diri sendiri (hawa nafsu), menang dalam bermasyarakat, bernegara, dan lanjutan dari kemenangan semuanya itu ialah surga Jannatul Firdaus.

  1. RUMUSAN MASALAH
Rumusan dalam penulisan makalah ini adalah menjelaskan beberapa kriteria atau ciri-ciri orang yang beriman yang terkandung dalam QS. Al-Mu’minun ayat  1-11.

  1. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN
Tujuan dan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Untuk memenuhia tugas mata kuliah Tafsir
b.      Untuk mengetahui ciri-ciri orang beriman yang terkandung dalam QS.                Al-mu’minun ayat 1-11.
c.       Kegunaannya adalah untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.



















BAB II
PEMBAHASAN

  1. CIRI-CIRI ORANG BEERIMAN DALAM QS. AL-MU’MINUUN AYAT 1-11
Berbicara masalah ciri-ciri orang beriman, maka Allah SWT bersabda dalam QS. Al-Mu’minuun  ayat 1-11 yang berbunyi:








“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka dan budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang manjaga amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Al-mu’minuun [23]: 1-11)
Untuk lebih jelasnya, maka di bawah ini akan dikupas satu-per satu secara detil mengenai cirri-ciri orang beriman.
1.      Orang-Orang yang Khusyu’ dalam Shalatnya
Ciri-ciri orang beriman yang pertama adalah orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Allah SWT berfirman:
هُمْ في‏ صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ ٱلَّذينَ
“(Yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya”[3] . Maksudnya adalah orang-orang yang khusyu’ dalam shalat mereka, dan kekhusyu’an mereka dalam shalat merupakan bentuk ketundukan mereka kepada Allah SWT dan ketaatan kepada-Nya, serta menjalankan perintah-Nya. [4]
Jika seorang mengaku dia telah taat dan beriman pasti shalat yang dia kerjakan setiap hari telah mencapai tingkatan khusyu’ atau menuju ke tingkatan khusyu’. menurut Imam Al-Ghazali, shalat kita dikatakan khusyu’ apabila hati kita salalu ingat Allah tanpa memikirkan hal-hal lain dan mengerti arti dari setiap bacaan yang dibaca ketika melakukan shalat.
Sedangakan menurut jumhur ulama mengenai kekhusyu’an dalam shalat, disunnatkan hendaknya pandangannya diarahkan ke tempat sujudnya.[5] Lain lagi dengan Qadhi Syarik berkata: Di waktu berdiri melihat tempat sujudnya, di waktu ruku’ melihat kedua telapak kakinya, di waktu sujud melihat tempat di mana hidungnya menempel dan di waktu duduk melihat lututnya.[6]
Melihat orang yang khusyu’ dalam shalatnya memang sangat sulit, karena hal itu menyangkut masalah hati, masalah yang berkaitan langsung dengan Allah dan hanya Allahlah yang tau. Tapi kita dapat mengetahui orang itu khusyu’ atau tidak dalam shalatnya dari keistiqomahan dia dalam melakukan perintah wajib itu dari sikap dan tingkah lakunya. apabila shalatnya baik (khusyu’) maka sikap dan perilakunya juga akan baik semua, tapi apabila shalatnya tidak baik (tidak khusyu’) maka sikap dan perilakunya juga tidak baik. Oleh karena itu nabi bersabda, “Seandainya hati orang ini khusyu’, niscaya anggota tubuhnya pun akan khusyu’.”
Khusyu’ itu di dalam hati. apabila hati khusyu’, maka seluruh anggota tubuh akan khusyu’ karena kekhusuannya hati ini. sebab hati adalah raja bagi anggota tubuh.[7]
Seorang muslim itu harus tahu apa sebenarnya esensi shalat. Sering kita melaksanakan shalat dengan tergesa-gesa dengan alasan ada pekerjaan yang harus dikerjakan secepatnya atau ingin melihat pertandingan sepak bola yang notabeninya hal itu tidak lebih penting dari melaksanakan kewajiban shalat. dan juga kita seakan merasa lega setelah kita usai melaksanakan aktivitas shalat. Tapi apakah kita pernah berpikir, sudah benarkah shalat kita? Mungkin banyak dari kita yang ketika shalat masih memikirkan hal-hal lain yang bersifat keduniawian. Lalu, khusyu’kah shalat kita? oleh karena itu mari sebagi orang Islam yang beriman hendaknya kita melakukan shalat secara khusyu’ apabila kita ingin menjadi salah satu orang yang dimaksud dalam surat Al-Mu’minuun.
2.      Orang-Orang yang Menjauhkan Diri (Perbuatan dan Perkataan) yang Tiada Berguna.
وَ الَّذينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. [8] Maksudnya adalah orang-orang yang berpaling dari kebatilan yang dibenci Allah SWT. Salah satu sahabat yaitu Ali bin Daud menceritakan kepadaku ia berkata: Abdullah bin Shaleh menceritakan keppada kami, ia berkata: Muawiyah bin Saleh menceritakan kepada kami dari Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, tentang firmannya,”Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,” dia berkata, “maksudnya adalah kebatilan.”[9]
Orang yang beriman itu adalah orang yang selalu berusaha menciptakan suasana yang tidak berbau fitnah dan hal-hal yang berbau merugikan orang lain, akan tetapi berusaha untuk selalu berbuat yang ada manfaatnya, baik itu untuk dirinya maupun untuk orang lain. Selalu menempatkan dirinya pada posisi yang benar menurut Allah SWT.
Orang yang berada di posisi yang benar maka akan melakukan hal-hal yang benar pula dan selalu ingin terus melakukan amar ma’ruf nahi munkar di jalan Allah SWT selama hidupnya. Karena kalau kita hitung, kehidupan di dunia itu tidak seberapa dibanding dengan kehidupan di kahirat. diibaratkan hidup dunia kata orang Jawa “mampir ngombe” yang masanya tidak lama atau cuma sebentar. Di bandingkan dengan kehidupan di akhirat yang selamanya kekal akan berada di sana.
Oleh karena itu, melihat kehidupan di dunia yang memang sangat singkat maka kita selayaknya sebagai orang yang beriman tentunya tidak mau menyia-nyiakan waktu yang singkat itu. dengan melakukan berbagai hal yang dilarang oleh Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits baik itu berupa perkataan ataupun perbuatan.


3.      Orang-Orang yang Menunaikan Zakat.
Ciri-ciri orang-orang yang beriman selanjutnya adalah menunaikan zakat. Banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan tentang zakat, seperti:
 الَّذينَ هُمْ لِلزَّكاةِ فاعِلُون
Artinya: “Dirikanlah shalat dan berikanlah zakat ”
Dari ayat di atas menunjukkan bahwa zakat merupakan hal yang harus dilakukan karena zakat merupakan salah satu rukun iman yang ke Empat, dan zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslin yang memiliki kecukupan benda yang sudah cukup nisabnya supaya mengeluarkan sebagian harta bendanya sesuai dengan ketentuan di dalam agama Islam, untuk membersihkan dirinya dari tanggung jawab amanat Allah SWT berupa harta benda itu.[10]
Oleh karena itu, sebagai orang yang beriman  yang taat dan patuh pada ajaran Allah maka selalu menunaikan zakat sebagai salah salah bentuk pengabdiannya kepada sang Khaliq, yaitu Allah SWT. dan apabila telah melaksanakan zakat, maka orang tersebut sudah masuk dalam kategori orang-orang yang tertera dalam surat Al-Mu’minuun ayat 4.  
4.      Orang-Orang yang Menjaga Kemaluannya, Kecuali Terhadap Isteri dan Budak yang Mereka Miliki.
Firman Allah SWT:
 الَّذينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حافِظُونَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.”
Ibnu Arabi berkata, “Di antara keanehan Al-Qur’an adalah bahwa sepuluh ayat ini umum untuk laki-laki dan perempuan, sebagaimana semua lafazh Al-Qur’an lainnya umu untuk mereka semua, kecuali firman Allah ‘Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya’. Sesungguhnya ayat ini telah dijadikan sebagai khitab yang ditujukan kepada kaum laki-laki, buka kaum perempuan (para isteri). Alasannya adalah firma Allah yang berbunyi ‘Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki’. pasalnya, penjagaan wanita terhadap kemaluannya dapat diketahui melalui dalil-dalil yang lain, misalnya ayat-ayat tentang pemeliharaan diri, baik secara umum maupun khusus, dan juga dalil-dalil yang lain.”[11]
Di zaman sekarang banyak anak muda yang bergaul atau menjalin hubungan (pacaran) dengan lawan jenisnya secara bebas dan tidak ada pembatas di antara keduanya. Islam tidak menganjurkan yang namanya pacaran akan tetapi menganjurkan ta’aruf sebagai salah satu jalan untuk lebih mengenal lebih dalam orang lain dan memahami satu sama lain.
Survei membuktikan bahwa 70 % wanita di Yogyakarta sudah tidak perawan lagi. Ini berarti mahkota emas seorang perempuan telah direnggut oleh orang-orang yang tidak bertanngung jawab dan hanya menuruti hawa nafsunya saja. Apabila hal ini tidak di cegah, maka Sepuluh tahun ke depan generasi kita akan terjebak dalam suatu kondisi yang mana kondisi tersebut sangat merugikan dirinya sendiri, keluarga dan orang lain.
Pangkal permasalahan ini sebenarnya adalah tidak bisa menjaga kemaluan (farji), baik itu laki-laki maupun perempuan. Manusia yang baik addalah manusia yang dapat menjaga kehormatannya. kata pepatah “Kehormatan itu malah harganya”, maka sesuatu yang berharga mahal tentunya akan dirawat dan dijaga secara baik sehingga barang tersebut akan terjaga kualitasnya maupun keberadaanya. Begitupun dengan kemaluan (farji), apabila dijaga dan dirawat selayaknya barang yang berharaga maka tidak akan terjadi perzinaan yang terjadi di sana sini, pemerkosaan yang tidak ada hentinya, putusnya hubungan suami isteri karena perselingkuhan, hamil di luar nikah dan lain-lain.
Begitulah hukum Islam yang selalu menganjurkan kepada kebaikan, yang dalam hal ini menjaga kemaluan dan anti dengan yang namanya keburukan dan kejelekan. Walaupun Islam menganjurkan untuk menjaga kemaluan (farji) tetapi dalam ayat itu ada pengecualian yaitu
مَلُومينَّ أَيْمانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ إِلا عَلى‏ أَزْواجِهِمْ أَوْ ما مَلَكَتْ َ
“Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki”. Itu berarti bahwa seorang laki-laki yang sudah beristeri atau budak yang sudah dinikahi oleh tuannya boleh melakukan hal yang di halalkan oleh agama Islam, yaitu bersenggama.   
5.      Orang-Orang yang Menjaga Amanat (yang Dipikulnya) dan Janjinya.
وَالَّذينَ هُمْ لِأَماناتِهِمْ وَ عَهْدِهِمْ راعُونَ َ
“Dan orang-orang yang manjga amanat (yang dipikuylnya) dan janjinya.”
Ciri-ciri orang beriman yang selanjutnya adalah orang-orang yang menjaga amanat dan janji yang dipikulnya.
Orang yang hidup di dunia ini  dengan bekal iman dan taqwa sudah di bentengi dari hal-hal yang keji dan munkar dengan shalat­­­, yaitu shalat yang khusyu’ hanya kepada Allah SWT. Maka manusia yang beriman akan dijadikan oleh Allah khalifah di bumi (pemimpin) atau wakil Allah di bumi.
“Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ini”.[12]
Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi ini tentunya mendapatkan amanat dari Allah SWT yaitu melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak-hak sang Khaliq maupun makhluk lain. Sebagai khalifah yang beriman, maka dituntut untuk selalu menjaga amanah yang telah diberikan Allah ataupun dari manusia lainnya.
Di samping menjaga amanat juga harus memenuhi janji ,baik janji kepada Allah atau kepada makhluk Allah SWT. Karena apabila dalam kehidupan sehari-hari perilaku memenuhi janji benar-benar dilakukan dengan ikhlas, maka tata kehidupan manusia tidak akan kacau malah sebaliknya akan semakin harmonis dalm menjalin hubungan. Dan juga orang yang ingkar atas janjinya akan mendpatkan predikat orang munafik, karena itu merupakan ciri-ciri orang munafik. ”Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila berbicara dusta,apabila berjanji ingkar, dan apabila dipercaya khianat.”
Janji dan amanah itu mencakup segala sesuatu yang dipikul oleh manusia dalam urusan agama dan dunianya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.  Hal ini mencakup pergaulan dengan manusia, janji, janji, dan juga lainnya. Yang dituntut dalam hal ini adalah pemeliharaan dan pelaksanaannya. Amanah lebih umum dari pada janji. Setiap janji adalah amanah tentang apa-apa yang sudah disampaikan, baik berupa ucapan, perbuatan ataupun keyakinan.[13]
6.      Orang-Orang yang Memelihara Shalatnya.
يُحافِظُونَ َ  وَ الَّذينَ هُمْ عَلى‏ صَلَواتِهِمْ
Dan orang-orang yang meme­lihara dan menjaga semua waktu sembahyangnya”
Untuk cirri-ciri orang beriman selanjutnya adalah orang-orang yang dapat menjaga shalatnya. Kita sebagai orang Islam menjalankan shalat Lima waktu merupakan sebuah kewajiban. Kewajiban yang mana tidak dapat ditawar lagi oleh seluruh manusia, bahkan Nabipun atau wali Allah yang statusnya adalah kekasih Allah tidak bisa menawar untuk tidak melakukannya.
Shalat memang rukun Islam yang kedua yang meupakan sebuah kewajiban bagi umat Islam, tapi kita juga harus tahu dasar-dasar apa yang mengaharuskan kita shalat. Apakah hanya untuk menggugurkan kewajiban saja? Jawabannya pasti tidak. Kita harus tanamkan dalam hati bahwa kita butuh shalat sebagai salah satu cara kita berkomunikasi dengan Allah. Shalat adalah tiang agama. Tanpa shalat, seseorang belum bisa dikatakan mukmin. Bukankah shalat adalah amalan yang dihisab pertama kali di akhirat nanti? Dan bukankah shalat juga yang membedakan antara orang mukmin dengan orang nasrani?.  Maka kita sebagai umat muslim yang beriman harus menjaga shalat kita supaya kita nanti pada waktu dihisab dapat mempertanggung jawabkan di depan Allah.

  1. SURGA FIRDAUS BALASAN UNTUK ORANG-ORANG BERIMAN
Di atas telah diterangkan panjang lebar mengenai ciri-ciri orang beriman, maka sebagai balasan sebagai orang beiman Allah berfirman:
أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ
Mereka itulah orng-orang yang akan mewarisi,”. Maksudnya adalah, barang  siapa yang mengamalkan apa yang telah disebutkan di atas, maka dialah orang-orang yang akan mewarisi, yakni mewarisi tempat-tempat di surga.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Nabi  SAW bersabda :
Sesungguhnya Allah telah menciptakan bagi tiap-tiap manusia tempat di surga dan tempat di neraka, mereka mengambil tempat mereka dan mewarisi tempat orang-orang kafir. Sedangkan orang-orang kafir di tempatkan di tempat mereka di dalam neraka.”[14]
Diriwayatkan dai Abu Hurairah juga, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda,’Tidak seorangpun dari kalian kecuali ia memilki dua tempat: tempat di surga dan tempat di neraka. Apabila dia meninggal dunia kemudian masuk neraka, maka penghuni surga mewarisi tempatnya’. Itulah yang dimaksud dari firman Allah SWT,
أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ
“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi”.
Tapi, orang-orang beiman akan mewarisi surga apa? Allah berfirman:

َ ٱلَّذينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فيها خالِدُونَ
"Yang akan mewarisi syurga Firdaus dan di sanalah mereka mencapai khulud (kekal) selama­lamanya." (ayat 11).
Syurga Firdaus, Jannatun Na'im, itulah tujuan di balik hidup sekarang ini. Hidupnya seorang Mu'min adalah mengenangkan juga kebahagiaan "Hari Esok". Kita menyelesaikan dunia untuk menentukan nasib di akhirat. Bagi Mu'min, negara itu bukanlah semata negara duniawi, atau sculer. Bagi Mu'min amal usaha, derma dan bakti di dalam hidup adalah bekal untuk akhirat. Kadang-kadang tidaklah tercapai seluruhnya cita yang besar. Hidup kalau tidak ada pengharapan lanjut, adalah kebuntuan belaka. Kadang-kadang kita telah berjuang dengan ikhlas, untuk masyarakat, untuk rumahtangga dan untuk negara.
Tetapi tidaklah selalu berjumpa apa yang kita harapkan. Rencana Ilahi yang lebih tinggi berbeda dengan rencana kita sendin. Tuhan yang tahu, dan kita tak tahu. Kadang-kadang khittah pertama gagal aiau kita terbentur. Tetapi tidaklah kita mengenal putusasa, sebab kita mempunyai kepercayaan akan "hari esok".
Alam fikiran yang bersendi atas kebenaran dan kepercayaan tidaklah mengenal umur dan tidaklah mengenal jangka waktu. Lantaran kepercayaan akan hari esok itu, seorang Mu'min tidaklah cemas kalau dia menutup mata sebelum cita-cita tercapai. Karena dia mempunyai keyakinan bahwa akan ada yang meneruskan usahanya. Dan dia pun matt dengan bibir tc:rsenyum simpul karena yakin akan kebenarannya dan yakin pula bahwa dia akan mewarisi Jannatul Firdaus, dan akan kekal selamanya di dalarnnya.









BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
      QS.Al-Mu’minun ayat 1-11 menerangkan tentang keberuntungan/kemenangan bagi orang-orang yang beriman, yang senantiasa menegakkan perintah Allah SWT dan rasul-Nya dan akan ditempatkan di surga Firdaus. Terus orang beriman yang bagimana yang mendapat kemenangan?. Orang beriman yang mandapatkan kemenangan adalah orang yang memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1.      Orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.
2.      Orang-orang yang menjauhkan diri (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.
3.      Orang-orang yang menunaikan zakat.
4.      Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri dan budak yang mereka miliki.
5.      Orang-orang yang manjaga amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
6.      dan orang-orang yang memelihara shalatnya.

B.     SARAN
Penulisan makalah ini hanyalah sedikit dari pengetahuan yang kami ketahui. Penulis merasa banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Maka dari itu kritik dan saran kami harapkan dari pembaca sekalian, demi kemajuan dalam penulisan makalah selanjutnya.




[1] Ar-Ruum: 15
[2] Ar-Ruum: 16
[3] Al Mu’minun : 2
[4] Muhammad Abu Ja’far, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Hal. 667
[5] Ali Muhammad Ash-Shabuni, Ayat Ahkam Ash-Shabuni, (Surabaya: PT Bina Ilmu,2008), Hal.75
[6] Ibid, Hal. 75
[7] Al-Qurthubi Imam, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Hal.266
[8] Al Mu’minun : 3
[9] Muhammad Abu Ja’far, Op. Cit., Hal. 672
[10] Sunarto Ahmad, Kumpulan Khutbah Jum’at Sepanjang Masa, (Jakarta: PUSTAKA AMANI, 1997), Hal. 16
[11] lihat Ahkam Al-Qur’an (3/131)
[12] Al-baqarah: 30
[13] Al-Qurthubi Imam, Op. Cit., Hal. 276
[14] Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/239 dan 240)

Tidak ada komentar: