Senin, 07 Mei 2012

MENUJU UKM MENWA (Usaha Mencapai Karakter Diri)


Judul yang saya ambil pada kesempatan kali ini merupakan aktivitas yang saya lakukan di samping tholabul ilmi (mencari ilmu) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kesan pertama setelah mendengar isltilah “karakter  pribadi”, pasti terlintas pikiran tentang sesuatu yang menjadi ciri khas dari seseorang. Itulah yang saya alami sekarang dengan mengikuti UKM MENWA (Resimen Mahasiwa). UKM MENWA adalah UKM yang kegiatan adalah semi militer, di samping belajar tentang keorganisasian juga diajari tentang kemiliteran (bela negara).
Saya mendaftar UKM MENWA sebenarnya tidak sengaja setelah saya ikut perlombaan lari maraton 10 Km yang diadakan oleh UKM MENWA yang bertepatan dengan hari ulang tahun UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Setelah saya mendaftar, kemudian saya mengikuti beberapa tes seleksi di antaranya test tulis, wawancara,  semapta, dan kesehatan. Yang membuat semangat adalah ketika melakukan test semapta, dalam test tesebut para peserta disuruh  lari, push-up, full-up, sit-up dan  jalan zik-zak sebanyak-banyaknya. Semakin banyak banyak hasil yang dicapai semakin besar peluang masuk menwa. Ketika itu, saya pada season lari berhasil melakukan 15 putaran dengan jarak 100 m. Push-up dapat melakukan 21 kali, sit-up 20 kali, dan jalan zik-zak hanya 10 kali putaran dengan jarak 10 m karena saya mengalami kram di kaki. Dengan usaha yang kuat disertai tekad yang bulat akhirnya saya dapat melakukan itu semua walaupun di akhir-akhir saya muntah-muntah karena kecapean.
Setelah test semapta dapat saya lalui, lanjut pada tahap selanjutnya yaitu  test kesehatan. Test kesehatan yang dilakukan persis dengan test kesehatan yang dilakukan ketika mau masuk menjadi TNI, yaitu diperiksa seluruh tubuh tanpa terkecuali. Sebelum masuk ruang pemeriksaan hati saya deg-degan karena sebelumnya pernah mendengar kalau test kesehatan militer itu harus telanjang bulat. Dengan perasaan tidak karuan saya dan teman-teman dari UIN masuk ruang pemeriksaan, ternyata apa yang saya pikirkan benar. Dengan sekejap, petugas yang memeriksa menyuruh membuka seluruh pakaian yang kami kenakan. Dan akhirnya seluruh tubuh diperiksa mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Hal ini membuat sesuatu yang terkesan dalam hidup saya karena baru pertama kali telanjang di depan orang banyak.
Pengalaman menarik saya belum berhenti sampai di situ, setelah test kesehatan selesai dan Alhamdulilah saya dinyatakan lulus. Serangkaian kegiatan menunggu saya, diantaranya adalah koperlap. Koperlap adalah proses pengambilan atribut menwa, yaitu sepatu, kopel, baju dan celana serta topi. Di setiap pengambilan atribut menwa tentunya tidak semudah langsung diberikan, tapi ada proses tersendiri  untuk mendapatkannya. Push-up, sit-up, jalan jongkok, mengguling, jungkir, dibentak-bentak, dimarahi adalah hal yang meliputi terjadinya prosesi. Ditambah dengan guyuran air hujan yang deras, badan menggigil, kaki, tangan, dan beberapa anggota tubuh lainnya sampai ada yang lecet. Apapun yang saya lakukan disitu serba salah. Rasa sakit sekujur tubuh akibat jungkir dan mengguling dan rasa dongkol (benci) kepada para senior selalu saya rasakan kala itu. Namun semua hal itu hilang dengan sekejap ketika semua atribut menwa sudah didapatkan walaupun dengan perjuangan keras, pantang menyerah, dan kegigihan.
Setelah mendapatkan semua atribut menwa saya sangka proses untuk masuk menwa sudah selesai, ternyata ada kegiatan lagi yang sangat penting, yaitu PRADIKSAR (Pra Pendidikan Dasar Militer) yang dilakukan oleh satuan masing-masing. Kegiatan tersebut berlangsung selama empat hari yang bertempat di hutan Berbah yang berjarak kurang lebih 40 km. Sebenarnya jarak dari UIN ke hutan berbah tidak sampai 40 km, tapi karena dari pihak panitia memutuskan untuk long mars (jalan jauh) maka jalannya diputar-putar sehingga terasa sangat jauh.  Untuk menuju ke lokasi kegiatan tidak semudah yang dibayangkan seperti naik bis atau motor, saya beserta teman-teman peserta lainnya pergi ke lokasi dengan lari dan jalan kaki mulai pukul 21.00-04.00 WIB. Sebelum pemberangkatan ada intruksi dari senior bahwa seluruh peserta pradiksar termasuk saya kepalanya harus digundul. Hal itu untuk menumbuhkan sikap mental bagi peserta pradiksar. Tidak hanya kepala digundul saja, saya dan teman-teman juga membawa peralatan helm, ransel, dan besi dengan berat 3-4 Kg serta diiringi dengan hujan yang deras menghiasi perjalanan  menuju lokasi kegiatan.
Perjalanan menuju tempat lokasi memanglah sangat sulit untuk dijalani bagi saya dan teman-teman yang baru mau masuk menjadi anggota menwa. Suara nyanyian yang lantang selalu mengiringi perjalanan saya dan teman, salah satu seperti lagu di bawah ini:
SEMERAH DARAH
Semerah darah sebening air mata
 Itu semboyan kita....MENWA
 Majulah ayo maju pantang menyerah
 Sebelum kita yang menang
 Ingatlah selalu akan tugas wajibmu
 Tetap Insyaf dan sadar
 Junjunglah selalu nama korps kita
 Baret ungu tetap jaya
Walaupun badan terasa sangat melelahkan, akan tetapi dengan diiringi dengan menyanyikan lagu, maka perjalanan pun sedikit mengurangi kelelahan tersebut. Minum, minum, dan minum adalah harapan saya dan teman-teman, karena dalam perjalanan menuju lokasi jarang sekali berhenti untuk menuangkan sedikit air ke tenggorokan. Mugkin sekitar 2-3 Km baru berhenti untuk sekedar membasahi kerongkongan, itupun hanya satu atau dua tutup botol fefles (tempat air yang sering digunakan oleh tentara). Sungguh betapa sulitnya untuk masuk menjadi anggota menwa. Yang paling parah lagi adalah ketika salah satu teman saya ada yang terkapar di jalan karena sudah tidak kuat lagi menahan rasa haus dan jauhnya jalan menuju lokasi. Saya merasa sangat sedih karena teman satu yudha (angkatan) ada yang tidak kuat. Tapi dengan keteguhan hati yang tinggi dan dorongan semangat dari teman-teman yang lain, akhirnya dia dapat melanjutkan perjalanan walau dengan keadaan tubuh yang sempoyongan.
Detik demi detik telah terlalui, perjalanan pun semakin dekat dengan tempat lokasi. Saya melihat teman-teman saya seperti orang yang kehilangan gairah hidupnya, berjalan dengan wajah yang muram sambil membawa besi dan ransel yang lumayan berat. Suara sepatu yang diseret selalu terdengar sepanjang perjalanan. Tidak disangka-sangka, satu per satu dari kami mendapatkan sakit yang luar biasa yang menyerang badan kami termasuk saya sendiri. Saya mengalami keram di kedua kaki saya yang terasa sangat sakit luar biasa. Padahal perjalanan kurang 1 Km lagi. Otot-otot kaki saling mengencang dan menarik membuat saya hampir tidak bisa melanjutkan perjalanan. Dengan jiwa korsa dari teman-teman, saya pun dibantu untuk berjalan dengan langkah yang sangat pelan sekali. Dorongan semangat dari teman-teman dan senior terdengar jelas di telinga saya. Ucapan “kamu pasti bisa Rizal” dari teman-teman selalu terngiyang di benak saya. Hal itu pun yang akhirnya saya harus merasa bisa dan kuat dalam melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian akhirnya apa yang saya dan teman-teman tunggu tercapai juga, yaitu sampai di hutan Berbah sekitar pukul 04.00 WIB. Ucapan Alhamdulillah” danakhirnya sampai juga” menjadi penutup perjalanan saya dan teman-teman menuju lokasi.
Perjalanan jauh yang melelahkan harus segera dilupakan karena beberapa hari ke depan sudah menunggu beberapa kegiatan yang sangat menguras fisik dalam kegiaan pradiksar.
Hari pertama
Setelah kelelahan akibat perjalanan jauh menuju hutan Berbah, sekitar pukul 05.30 WIB salah satu senior membangunkan saya dan teman-teman. Dengan kondisi tubuh yang sangat tidak karuan rasanya, saya pun memaksa tubuh saya untuk bergegas mematuhi perintah senior. Setelah bangun, saya langsung persi ke masjid untuk menunaikan shalat subuh kemudian melanjutkan beberapa agenda yang telah dijadwalkan oleh para senior. Waktu sarapan telah tiba, dan para peserta pradik termasuk saya merasa sangat senang sekali karena semalaman tidak ada makanan yang masuk ke perut. Dengan suasana yang dingin, tiba-tiba ada senior yang datang menghampiri gerumbulan peserta dengan membawa makanan. Dengan  cepat, para peserta berbaris untuk sarapan dengan didahului do’a ala menwa yang berbeda dengan pelaksanaan do’a pada umumnya. Do’a telah dilaksanakan dengan dipimpin salah satu peserta dan makan pun dimulai. Tiba-tiba senior yang membawa makanan tersebut mengatakan sesuatu kepada peserta dalam melaksanakan makan. Saya pun merasa heran tentang apa yang akan disampaikan. Tidak disangka-sangka, makanan yang yang ada dihadapan saya dan teman-teman harus dihabiskan dalam waktu 10 detik. Dengan sekejap saya dan teman-teman serentak mengucapkan ha.....”. Apabila dalam hitungan 10 detik makanan tidak habis, maka harus diputar  ke teman sebelahnya. Dan apabila satu nasi saja jatuh ke tanah maka harus push-up satu seri (10 kali push-up). Jadi apabila nasi yang terjatuh banyak maka tinggal dikalikan 10 dikali sejumlah nasi yang terjatuh. Tidak berhenti disitu, nasi yang terjatuh tadi harus diambil dengan mulut. Hal itu menunjukkan bagaimana menghargai para petani yang telah susah payang dalam menghasilkan satu biji nasi untu dimakan. Setelah makanan habis, maka harus ditutup dengan do’a seperti awal tadi. Setelah makan, para peserta diwajibkan mengambil snak yang beda dengan snak pada umumnya. Kalau pada umumnya snak berisi makanan ringan sebagai penutup tapi dalam menwa, snaknya berisi 30 kali push-up dan sit-up. Sungguh betapa sulitnya proses yang harus saya dan teman-teman jalani. Setelah makan, agenda di hari pertama berupa pemberian materi dan sedikit latihan fisik.
Hari ke dua
Di hari kedua ini sebenarnya prosesnya tidak jauh berbeda dengan hari pertama, di awali dengan sarapan pagi yang prosesnya sama persis dengan hari pertma. Cuma ada dua kegiatan yang sangat berbeda, yaitu stelling dan caraka malam (penyampaian pesan baik lisan maupun tulisan dari seseorang kepada instansi atau seseorang yang dituju). Stelling adalah serangan tiba-tiba di daerah pertahanan. Kegiatan ini terbilang sangat berkesan bagi sebagian peserta karena mengalami beberapa kejadian yang lucu tapi nyata.
Kegiatan stelling bagi saya merupakan kegiatan yang baru saya ketahui dan alami, karena hanya di tentara dan menwa yang ada stelling. Kegaitan ini dilakukan untuk mengetahui kesiapan dan kesigapan para prajurit ketika daerah pertahanan mereka sedang diserang oleh musuh secara tiba-tiba. Stelling yang dilakukan oleh para senior sebenarnya adalah permainan belaka dengan memakai trik yang sangat jitu. Awal cerita simulasi, semua peserta pradiksar termasuk saya dikumpulkan untuk dikasih tahu beberapa informasi penting, diantaranya Pembantu Rektor Tiga UIN Sunan Kalijaga akan datang untuk melihat kondisi para peserta. Oleh karena itu, semua peserta harus mandi dan berpakaian rapi. Tentunya para peserta tidak tahu kalau ini hanya trik belaka supaya nanti ketika stelling para poeserta tidak tahu.
Setelah mendengarkan informasi dan mendapatkan perintah dari senior untuk mandi dan bersih-bersih, akhirnya semua peserta melaksanakan apa yang telah disanpaikan. Saya dan kedua teman saya mandi bersama dalam satu ruang dan enam peserta lainnya mencari tempat disekitar lokasi pendidikan. Di tengah-tengah saya mandi ternyata ada suara alarm dan petasan yang bunyinya sangat keras sekali sebagai tanda kalau daerah pertahan para peserta di serang musuh. Mendengar bunyi seperti itu dengan cepat saya memakai pakaian walaupun belum sampai selesai mandi, saya langsung keluar dan mengambil peralatan dan senjata. Nah kelucuan yang saya maksud  tadi adalah ketika para peserta sedang mandi dan ada bunyi alarm disertai petasan, para peserta dengan cepatnya keluar dari kamar mandi tanpa memperdulikan untuk memakai pakaian. Ada yang memakai celana kolor saja tanpa pakaian, ada yang memakai celana panjang dan kaos dalaman, ada yang sudah memakai seragam lengkap, dan yang paling lucu adalah  ada dari teman saya yang keluar dari kamar mandi cuma pakai handuk kecil saja yang diikatkan dipinggulnya.
Setelah berkumpul dan mencari senjata untuk melawan, akhirnya para peserta melawan para musuh walaupun hanya sekedar simulasi. Ada yang memakai kayu besar, ada yang memakai ranting pohon, ada yang memaki besi, dan apa saja yang dapat digunakan untuk menembak. Melihat kejadian yang seperti itu, para senior yang melihat salah satu peserta yang hanya memakai handuk kecil dan tidak memakai celana dalam tertawa terbahak-bahak. Dan untuk menutupi alat kelamin yang sedikit kelihatan, maka ada dari salah satu senior mengambil daun jati yang besar untuk menutupinya. Inilah kelucuan bersama dalam situasi genting mempertahankan daerah pertahanan.
Disamping kegiatan stelling, pada hari ke dua juga ada kegiatan caraka malam. Kegiatan ini berlangsung mulai pukul 19.00-04.30 WIB. Sebelum melakukan caraka malam, para peserta harus melalui sungai terlebih dahulu dan harus melakukan penyamaran dengan melulurkan norit yang telah kita kunyah ke seluruh wajah kita, sehingga wajah kita tidak bisa dilihat oleh orang lain atau musuh. Dalam kegiatan ini, para peserta diberikan sebuah pesan yang harus disampaikan kepada komandan tanpa diketahui oleh musuh. Dalam prosesnya, saya dan teman-teman dikasih sandi untuk mengetahui apakah orang yang kita temui itu teman atau musuh. Kegitan ini dibagi menjadi beberapa pos. Satu persatu peserta diapanggil dan saya dipanggilpada urutan 6 dari 9 peserta. Dengan hati yang tidak karuan dan diliputi rasa takut karena lokasi yang digunakan untuk caraka malam adalah hutan yang sangat gelap sekali tanpa ada lampu, yang ada hanya tali dan beberapa lilin.
Pos demi pos terlewati dengan perjuangan tanpa henti, semangat membara walau dengan perasaan takut, sikap disiplin dan mental yang kuat menjadi pedang untuk menghadapi bentakan para senior. Di tiap-tiap pos ada ciri khasnya masing-masing. Ada yang disuruh push-up sampai tangannya yang bisa angkat badan lagi, ada yang disuruh guling sampai beberapa putaran, ada yang disuruh jungkir ke depan dan ke belakang, ada yang disuruh qiro’ah dan ada juga yang disuruh jalan jongkok sambil menyanyikan lagu syukur. Pada pos terakhir, saya bertemu dengan komandan sebagai penerima pesan. Di pos inilah semua pesan yang telah dikasihkan di awal harus disampaikan kepada komandan. Dengan kondisi sudah tidak stabil, pikiran tidak fokus, dan mental yang agak down semua peserta harus menyampaikan. Keunikan pos ini adalah setiap peserta termasuk saya diberi julukan mayat oleh komandan karena telah gagal dalam menjaga amanat dan terbunuh oleh musush. Oleh karena itu di namakan mayat. Tiap-tiap peserta diberi nama mayat yang berbeda-beda tergantung pemberian komandan. Kalau saya diberi nama mayat jelek, nama ini diberikan atas dasar saya dalam menjawab pertanyaan yanag diajukan komandan itu jelek atau kurang tegas. Ada juga dari teman-teman lain diberi nama mayat kucrit, mayat kesrek, mayat bugil dan lain sebagainya.
Setelah menghadap komandan untuk menyampaikan pesan, maka setelah saya disuruh tidu di dalam makam sendirian kurang lebih selama lima belas menit. Ini bertujuan untuk mengji mental saya, apakah berani atau tidak. Setelah selesai, akhirnya saya dikumpulkan dengan mayat-mayat (nama julukan) lain di suatu tempat dan setelah itu kembali ke markas sekitar pukul 04.30 WIB.
Hari ke tiga
Pada hari ketiga juga sama seperti hari sebelumnya cuma yang membedakan adalah kegiatan caraka siang. Caraka siang sama persis dengan caraka malam, yaitu penyampaian pesan baik lisan maupun tulisan dari seseorang kepada instansi atau seseorang yang dituju. Tapi yang membedakan hanyalah waktu pelaksanaannya saja. Caraka siang  ini dilakukan lebih ektrim lagi dari caraka malam. Pada  awalnya para peseta disuruh menghilangkan identitasnya dengan cara meluluri norit yang sudah dikunyah ke semua wajah dan menutupi semua anggota badan dengan rerumputan (seperti para TNI yang sedang menyamar). Kegiatan ini dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan berakhir pukul 18.00 WIB. Seperti halnya caraka malam, caraka siang juga terdapat beberapa pos yang harus dilalui oleh para peserta. Dan pelaksanaannya tidak bersama-sama melainkan sendiri-sendiri. Ternyata giliran yang pertama kali adalah saya dengan nomor peserta 0305.
Di pos pertama dikasih pesan yang harus sampaikan kepada komandan  tanpa diketahui oleh musuh. Setelah mendapatkan pesan, saya langsung berangkat menuju pos selanjutnya. Di pois kedua, adalah pos GERPER (gerakan perorangan, antara lain: menghilang, mengguling, meninjau, membidik, dan menembak). Di pos ini ternyata disuruh melakukan gerper dengan gerakan cepat. Yang membuat beda adalah pos ini dilakukan di atas pasir dan dalam cuaca yang panas, karena pada saat itu ada isu tentang badai matahari. Tapi dengan usaha pantang menyerah akhirnya saya dapat melalui pos pertama dengan sukses.
Lanjut di pos ke dua, di pos kedua adalah pos kompas. Sebelum masuk ke pos dua saya minta izin untuk melaksanakan shalat dhuhur karena waktunya sudah masuk waktu dhuhur. Di saat itu saya merasaka haus yang sangat luar biasa. Mau minum air yang ada di fefles takut kalau para senior lihat. Kalau para senior lihat saya sedang minum air yang ada di fefles  pasti saya langsung di suruh push-up 100 kali. Dengan ketakutan tersebut akhirnya ketika mengambil air wudhu yang berasal dari air sawah yang airnya bercampur dengan lumpur, saya minum sepuasnya air tersebut walau saya tahu kalau air itu adalah air kotor. Tapi apa daya, walaupun air itu kotornya bukan main tetap saya minum karena saya mngelami deidrasi yang luar biasa. Setelah cukup minum saya melaksanakan shakat dan masuk pada pos 2.
Pos demi pos telah saya lalui dengan berbagai pengalaman yang sulit saya lupakan hingga sekarang diantaranya selain minum air yang bercampur dengan lumpur, saya juga pernah minum air sawah yang bercampur dengan obat sawah. Dan yang paling parah adalah ketika menghadap komandan untuk menyampaikan pesan, di situ saya disuruh makan kepiting sungai yang masih hidup yang ukurannya berdiameter sekitar 4 cm.
Hari ke empat
Di hari terakhir ini saya dan teman-teman hanya memunyai satu agenda, yaitu kembali ke UIN Sunan Kalijaga dengan cara lari dan jalan kaki. Dalam prosesnya saya di masukkan ke air got, air sungai yang amat kotor dan kembali ke jalan raya. Dan kejadian tersebut terulang terus menerus. Dalam keadaan yang panas sekali faktor kehausan adalah hal yang kami eluhkan. Di perjalanan saya hanya minum satu atau dua botol wadah air setiap 2/3 Km. Dapat dibayangakn apabila melakukan jalan jauh sekali di selingi lari ketika berada di perempatan untuk menyeberang tanpa minum, rasanya ingin mati di tempat. Saya dan teman-teman saya merasakan kerasnya hidup yang sebenarnya. Kalau kita lihat nilai positif dari kegiatan ini adalah bagaimana kita bisa belajar untuk mengahadapi kehidupan yang amat kejam dan keras di dunia ini dengan teguh dan usaha yang pantang menyerah serta tetap optimis. Dengan rasa capek dan haus dahaga yang diiringi semnagat yang membara, akhirnya saya dan teman-teman sampai di UIN Sunan Kalijaga. Dan kegiatan pradikpun selesai. Inilah perjalanan pradiksar yang menguras banyak tenaga, memerlukan fisik ekstra dan mental yang tangguh dlam menghadapinya.
Setelah selesai melakukan serangkaian kegiatan pradiksar saya beristirahat selama kurang lebih 2 bulanan sambil menunggu kegiatan terakhir untuk dapat masuk menwa yaitu diksar dna pembaretan. Diksar dilakukan di AAU (Akademi Angkatan Udara) di Yogyakarta selama satu minggu yang dimulai tanggal 19-26 April 2012. Di sana saya dilatih langsung oleh para TNI angkatan udara yang profesional. Setelah selesai diksar dilanjutkan dengan pembaretan di pantai patehan mulai tanggal 28-29 April 2012. Kegiatan pembaretan adalah kegitan terakhir untuk dapat masuk dan menjabat sebagi anggota menwa UIN Sunan Kalijaga. Pembaretan dilakukan selama dua hari, satu hari digunakan untuk penyampaian materi tentang ke-staf-an menwa dan satu harinya digunakan untuk prosesi pengambilan baret di pantai patehan. Untuk menuju pantai patehan seperti halnya pradiksar, yaitu lari dan jalan kaki seanjang 20 Km.
Dalam proses pengambilan baret langsung di pegang oleh para alumni menwa. Terdapat lima pos dalam pengambilan bet dan baret. Masuk pada pos pertama,  sekitar pukul 09.00 WIB, saya dan teman berusaha keras mendapatkan bet Resimen Indonesia. Tidak semudah yang dikira untuk mendapatkan barang tersebut, saya dan teman-teman harus merayap, mengguling, jungkir, menggali, push-up, dan sit-up di atas pasir dan di bawah terik sinar matahari yang panasnya bukan main. Kejadian tersebut berlangsung sampai pos lima disetiap mau mengambil bet. Di tengah perjalanan, ternyata teman saya yang perempuan mendadak terkapar di atas pasir panas karena tidak tahan dengan panas dan haus dahaga yang saya dan teman-teman alami. Walaupun teman saya sudah tidak berdaya para senior tetap berusaha membangunkannya intuk meneruskan di samping ada dorongan semangat dari teman-teman yang lain. Tidak hanya satu orang saja yang terkapar semaput, teman saya yang laki-laki juga ikut merasakan bagaimana tidak kuatnya berada dalam kondisi seperti itu. Ditempa dalam kawah candra di muka tanpa istirahat.
Tapi, pengalaman yang paling tidak bisa saya lupakan adalah ketika berada di pos lima, yaitu ketika pengambilan baret sekitar pukul 12.30 WIB. Untuk menuju itu, saya dan teman-teman disuruh merayap, mengguling, jungkir, menggali, push-up, dan sit-up di atas pasir dan di bawah terik sinar matahari yang panasnya bukan main, memalingkan wajah ke matahari dan melihat teriknya sinar matahari, menempelkan wajah ke dalam pasir yang panasnya bukan main kemudian disuruh seperti ngepel pasir memaakai muka. Bisa dibayangan betapa panas dan sakitnya muka ketika terkena benda kasar yang panas kemudian disuruh mengepel. Ada juga saya disuruh menggali pasir dan muka saya disuruh menempatkannya di dalam pasir tersebut selama beberapa menit. Dan yang paling parah adalah saya disuruh menggali pasir yang ada baret dengan menggunakan wajah sampai baretnya ketemu. Betapa sengsaranya saya saat itu. Saya merasa sseperti tidak bernyawa lagi karena jiwa saya sudah ditempa habis-habisan.
Akan tetapi ada pepatah yang saya dapatkan dari menwa  “selama matahari terbit dari timur dan terbenam di barat pasti kegiatan akan berakhir”. Pepatah itu selalu saya ingat, dalam hati saya berkata “saya harus kuat menghadapi ini semua, ini semua pasti akan berakhir”. Dengan tekad, usaha, semangat yang tinggi akhirnya saya dan teman-teman dapat melaluinya dengan susah payah dan dalam kondisi yang tak berdaya.
Inilah sedikit pengalaman yang paling berkesan bagi saya selama ini. Semoga cerita ini dapat memberi motivasi kepada anda untuk selalu berjuang tanpa menyerah, mempunyai semangat yan tinggi dalam mengapai cita-cita, mempunyai tekad dan rasa kebersamaan di anatara sesama dalam menjalani kehidupan di dunia ini yang oenuh rintangan dan tantangan.
by: Rizal Mahri

Tidak ada komentar: