Judul yang saya ambil pada kesempatan
kali ini merupakan aktivitas yang saya lakukan di samping tholabul ilmi
(mencari ilmu) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kesan
pertama setelah mendengar isltilah “karakter
pribadi”, pasti terlintas pikiran tentang sesuatu yang menjadi ciri khas
dari seseorang. Itulah yang saya alami sekarang dengan mengikuti UKM MENWA
(Resimen Mahasiwa). UKM MENWA adalah UKM yang kegiatan adalah semi militer, di
samping belajar tentang keorganisasian juga diajari tentang kemiliteran (bela
negara).
Saya mendaftar UKM MENWA sebenarnya
tidak sengaja setelah saya ikut perlombaan lari maraton 10 Km yang diadakan
oleh UKM MENWA yang bertepatan dengan hari ulang tahun UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Setelah saya mendaftar, kemudian saya mengikuti beberapa tes
seleksi di antaranya test tulis, wawancara, semapta, dan kesehatan. Yang membuat semangat
adalah ketika melakukan test semapta, dalam test tesebut para peserta
disuruh lari, push-up, full-up, sit-up
dan jalan zik-zak sebanyak-banyaknya.
Semakin banyak banyak hasil yang dicapai semakin besar peluang masuk menwa.
Ketika itu, saya pada season lari berhasil melakukan 15 putaran dengan jarak
100 m. Push-up dapat melakukan 21 kali, sit-up 20 kali, dan jalan zik-zak hanya
10 kali putaran dengan jarak 10 m karena saya mengalami kram di kaki. Dengan
usaha yang kuat disertai tekad yang bulat akhirnya saya dapat melakukan itu
semua walaupun di akhir-akhir saya muntah-muntah karena kecapean.
Setelah test semapta dapat saya lalui,
lanjut pada tahap selanjutnya yaitu test
kesehatan. Test kesehatan yang dilakukan persis dengan test kesehatan yang
dilakukan ketika mau masuk menjadi TNI, yaitu diperiksa seluruh tubuh tanpa
terkecuali. Sebelum masuk ruang pemeriksaan hati saya deg-degan karena
sebelumnya pernah mendengar kalau test kesehatan militer itu harus telanjang
bulat. Dengan perasaan tidak karuan saya dan teman-teman dari UIN masuk ruang
pemeriksaan, ternyata apa yang saya pikirkan benar. Dengan sekejap, petugas
yang memeriksa menyuruh membuka seluruh pakaian yang kami kenakan. Dan akhirnya
seluruh tubuh diperiksa mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Hal ini membuat
sesuatu yang terkesan dalam hidup saya karena baru pertama kali telanjang di
depan orang banyak.
Pengalaman menarik saya belum berhenti
sampai di situ, setelah test kesehatan selesai dan Alhamdulilah saya dinyatakan
lulus. Serangkaian kegiatan menunggu saya, diantaranya adalah koperlap. Koperlap
adalah proses pengambilan atribut menwa, yaitu sepatu, kopel, baju dan celana
serta topi. Di setiap pengambilan atribut menwa tentunya tidak semudah langsung
diberikan, tapi ada proses tersendiri
untuk mendapatkannya. Push-up, sit-up, jalan jongkok, mengguling,
jungkir, dibentak-bentak, dimarahi adalah hal yang meliputi terjadinya prosesi.
Ditambah dengan guyuran air hujan yang deras, badan menggigil, kaki, tangan,
dan beberapa anggota tubuh lainnya sampai ada yang lecet. Apapun yang saya
lakukan disitu serba salah. Rasa sakit sekujur tubuh akibat jungkir dan
mengguling dan rasa dongkol (benci) kepada para senior selalu saya rasakan kala
itu. Namun semua hal itu hilang dengan sekejap ketika semua atribut menwa sudah
didapatkan walaupun dengan perjuangan keras, pantang menyerah, dan kegigihan.
Setelah mendapatkan semua atribut menwa
saya sangka proses untuk masuk menwa sudah selesai, ternyata ada kegiatan lagi
yang sangat penting, yaitu PRADIKSAR (Pra Pendidikan Dasar Militer) yang
dilakukan oleh satuan masing-masing. Kegiatan tersebut berlangsung selama empat
hari yang bertempat di hutan Berbah yang berjarak kurang lebih 40 km.
Sebenarnya jarak dari UIN ke hutan berbah tidak sampai 40 km, tapi karena dari
pihak panitia memutuskan untuk long mars (jalan
jauh) maka jalannya diputar-putar sehingga terasa sangat jauh. Untuk menuju ke lokasi kegiatan tidak semudah
yang dibayangkan seperti naik bis atau motor, saya beserta teman-teman peserta
lainnya pergi ke lokasi dengan lari dan jalan kaki mulai pukul 21.00-04.00 WIB.
Sebelum pemberangkatan ada intruksi dari senior bahwa seluruh peserta pradiksar
termasuk saya kepalanya harus digundul. Hal itu untuk menumbuhkan sikap mental
bagi peserta pradiksar. Tidak hanya kepala digundul saja, saya dan teman-teman
juga membawa peralatan helm, ransel, dan besi dengan berat 3-4 Kg serta
diiringi dengan hujan yang deras menghiasi perjalanan menuju lokasi kegiatan.
Perjalanan menuju tempat lokasi memanglah
sangat sulit untuk dijalani bagi saya dan teman-teman yang baru mau masuk
menjadi anggota menwa. Suara nyanyian yang lantang selalu mengiringi perjalanan
saya dan teman, salah satu seperti lagu di bawah ini:
SEMERAH
DARAH
Semerah darah sebening
air mata
Itu semboyan kita....MENWA
Majulah ayo maju pantang menyerah
Sebelum kita yang menang
Ingatlah selalu akan tugas wajibmu
Tetap Insyaf dan sadar
Junjunglah selalu nama korps kita
Baret ungu tetap jaya
Walaupun badan terasa sangat melelahkan,
akan tetapi dengan diiringi dengan menyanyikan lagu, maka perjalanan pun
sedikit mengurangi kelelahan tersebut. Minum,
minum, dan minum adalah harapan saya dan teman-teman, karena dalam
perjalanan menuju lokasi jarang sekali berhenti untuk menuangkan sedikit air ke
tenggorokan. Mugkin sekitar 2-3 Km baru berhenti untuk sekedar membasahi
kerongkongan, itupun hanya satu atau dua tutup botol fefles (tempat air yang
sering digunakan oleh tentara). Sungguh betapa sulitnya untuk masuk menjadi
anggota menwa. Yang paling parah lagi adalah ketika salah satu teman saya ada
yang terkapar di jalan karena sudah tidak kuat lagi menahan rasa haus dan
jauhnya jalan menuju lokasi. Saya merasa sangat sedih karena teman satu yudha
(angkatan) ada yang tidak kuat. Tapi dengan keteguhan hati yang tinggi dan
dorongan semangat dari teman-teman yang lain, akhirnya dia dapat melanjutkan
perjalanan walau dengan keadaan tubuh yang sempoyongan.
Detik demi detik telah terlalui,
perjalanan pun semakin dekat dengan tempat lokasi. Saya melihat teman-teman
saya seperti orang yang kehilangan gairah hidupnya, berjalan dengan wajah yang
muram sambil membawa besi dan ransel yang lumayan berat. Suara sepatu yang
diseret selalu terdengar sepanjang perjalanan. Tidak disangka-sangka, satu per
satu dari kami mendapatkan sakit yang luar biasa yang menyerang badan kami
termasuk saya sendiri. Saya mengalami keram di kedua kaki saya yang terasa
sangat sakit luar biasa. Padahal perjalanan kurang 1 Km lagi. Otot-otot kaki
saling mengencang dan menarik membuat saya hampir tidak bisa melanjutkan
perjalanan. Dengan jiwa korsa dari teman-teman, saya pun dibantu untuk berjalan
dengan langkah yang sangat pelan sekali. Dorongan semangat dari teman-teman dan
senior terdengar jelas di telinga saya. Ucapan “kamu pasti bisa Rizal” dari
teman-teman selalu terngiyang di benak saya. Hal itu pun yang akhirnya saya
harus merasa bisa dan kuat dalam melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian
akhirnya apa yang saya dan teman-teman tunggu tercapai juga, yaitu sampai di
hutan Berbah sekitar pukul 04.00 WIB. Ucapan “Alhamdulillah” dan “akhirnya
sampai juga” menjadi penutup perjalanan saya dan teman-teman menuju
lokasi.
Perjalanan jauh yang melelahkan harus
segera dilupakan karena beberapa hari ke depan sudah menunggu beberapa kegiatan
yang sangat menguras fisik dalam kegiaan pradiksar.
Hari pertama
Setelah kelelahan akibat perjalanan jauh
menuju hutan Berbah, sekitar pukul 05.30 WIB salah satu senior membangunkan
saya dan teman-teman. Dengan kondisi tubuh yang sangat tidak karuan rasanya,
saya pun memaksa tubuh saya untuk bergegas mematuhi perintah senior. Setelah
bangun, saya langsung persi ke masjid untuk menunaikan shalat subuh kemudian
melanjutkan beberapa agenda yang telah dijadwalkan oleh para senior. Waktu sarapan
telah tiba, dan para peserta pradik termasuk saya merasa sangat senang sekali
karena semalaman tidak ada makanan yang masuk ke perut. Dengan suasana yang
dingin, tiba-tiba ada senior yang datang menghampiri gerumbulan peserta dengan
membawa makanan. Dengan cepat, para
peserta berbaris untuk sarapan dengan didahului do’a ala menwa yang berbeda
dengan pelaksanaan do’a pada umumnya. Do’a telah dilaksanakan dengan dipimpin
salah satu peserta dan makan pun dimulai. Tiba-tiba senior yang membawa makanan
tersebut mengatakan sesuatu kepada peserta dalam melaksanakan makan. Saya pun
merasa heran tentang apa yang akan disampaikan. Tidak disangka-sangka, makanan
yang yang ada dihadapan saya dan teman-teman harus dihabiskan dalam waktu 10
detik. Dengan sekejap saya dan teman-teman serentak mengucapkan “ha.....”.
Apabila dalam hitungan 10 detik makanan tidak habis, maka harus diputar ke teman sebelahnya. Dan apabila satu nasi
saja jatuh ke tanah maka harus push-up satu seri (10 kali push-up). Jadi
apabila nasi yang terjatuh banyak maka tinggal dikalikan 10 dikali sejumlah
nasi yang terjatuh. Tidak berhenti disitu, nasi yang terjatuh tadi harus
diambil dengan mulut. Hal itu menunjukkan bagaimana menghargai para petani yang
telah susah payang dalam menghasilkan satu biji nasi untu dimakan. Setelah
makanan habis, maka harus ditutup dengan do’a seperti awal tadi. Setelah makan,
para peserta diwajibkan mengambil snak yang beda dengan snak pada umumnya.
Kalau pada umumnya snak berisi makanan ringan sebagai penutup tapi dalam menwa,
snaknya berisi 30 kali push-up dan sit-up. Sungguh betapa sulitnya proses yang
harus saya dan teman-teman jalani. Setelah makan, agenda di hari pertama berupa
pemberian materi dan sedikit latihan fisik.
Hari ke dua
Di hari kedua ini sebenarnya prosesnya
tidak jauh berbeda dengan hari pertama, di awali dengan sarapan pagi yang
prosesnya sama persis dengan hari pertma. Cuma ada dua kegiatan yang sangat
berbeda, yaitu stelling dan caraka malam (penyampaian pesan baik lisan maupun
tulisan dari seseorang kepada instansi atau seseorang yang dituju). Stelling
adalah serangan tiba-tiba di daerah pertahanan. Kegiatan ini terbilang sangat
berkesan bagi sebagian peserta karena mengalami beberapa kejadian yang lucu tapi
nyata.
Kegiatan stelling bagi saya merupakan
kegiatan yang baru saya ketahui dan alami, karena hanya di tentara dan menwa
yang ada stelling. Kegaitan ini dilakukan untuk mengetahui kesiapan dan
kesigapan para prajurit ketika daerah pertahanan mereka sedang diserang oleh
musuh secara tiba-tiba. Stelling yang dilakukan oleh para senior sebenarnya
adalah permainan belaka dengan memakai trik yang sangat jitu. Awal cerita
simulasi, semua peserta pradiksar termasuk saya dikumpulkan untuk dikasih tahu
beberapa informasi penting, diantaranya Pembantu Rektor Tiga UIN Sunan Kalijaga
akan datang untuk melihat kondisi para peserta. Oleh karena itu, semua peserta
harus mandi dan berpakaian rapi. Tentunya para peserta tidak tahu kalau ini
hanya trik belaka supaya nanti ketika stelling para poeserta tidak tahu.
Setelah mendengarkan informasi dan
mendapatkan perintah dari senior untuk mandi dan bersih-bersih, akhirnya semua
peserta melaksanakan apa yang telah disanpaikan. Saya dan kedua teman saya
mandi bersama dalam satu ruang dan enam peserta lainnya mencari tempat
disekitar lokasi pendidikan. Di tengah-tengah saya mandi ternyata ada suara
alarm dan petasan yang bunyinya sangat keras sekali sebagai tanda kalau daerah
pertahan para peserta di serang musuh. Mendengar bunyi seperti itu dengan cepat
saya memakai pakaian walaupun belum sampai selesai mandi, saya langsung keluar
dan mengambil peralatan dan senjata. Nah kelucuan yang saya maksud tadi adalah ketika para peserta sedang mandi
dan ada bunyi alarm disertai petasan, para peserta dengan cepatnya keluar dari
kamar mandi tanpa memperdulikan untuk memakai pakaian. Ada yang memakai celana
kolor saja tanpa pakaian, ada yang memakai celana panjang dan kaos dalaman, ada
yang sudah memakai seragam lengkap, dan yang paling lucu adalah ada dari teman saya yang keluar dari kamar
mandi cuma pakai handuk kecil saja yang diikatkan dipinggulnya.
Setelah berkumpul dan mencari senjata
untuk melawan, akhirnya para peserta melawan para musuh walaupun hanya sekedar
simulasi. Ada yang memakai kayu besar, ada yang memakai ranting pohon, ada yang
memaki besi, dan apa saja yang dapat digunakan untuk menembak. Melihat kejadian
yang seperti itu, para senior yang melihat salah satu peserta yang hanya
memakai handuk kecil dan tidak memakai celana dalam tertawa terbahak-bahak. Dan
untuk menutupi alat kelamin yang sedikit kelihatan, maka ada dari salah satu
senior mengambil daun jati yang besar untuk menutupinya. Inilah kelucuan
bersama dalam situasi genting mempertahankan daerah pertahanan.
Disamping kegiatan stelling, pada hari
ke dua juga ada kegiatan caraka malam. Kegiatan ini berlangsung mulai pukul
19.00-04.30 WIB. Sebelum melakukan caraka malam, para peserta harus melalui
sungai terlebih dahulu dan harus melakukan penyamaran dengan melulurkan norit
yang telah kita kunyah ke seluruh wajah kita, sehingga wajah kita tidak bisa
dilihat oleh orang lain atau musuh. Dalam kegiatan ini, para peserta diberikan
sebuah pesan yang harus disampaikan kepada komandan tanpa diketahui oleh musuh.
Dalam prosesnya, saya dan teman-teman dikasih sandi untuk mengetahui apakah
orang yang kita temui itu teman atau musuh. Kegitan ini dibagi menjadi beberapa
pos. Satu persatu peserta diapanggil dan saya dipanggilpada urutan 6 dari 9
peserta. Dengan hati yang tidak karuan dan diliputi rasa takut karena lokasi
yang digunakan untuk caraka malam adalah hutan yang sangat gelap sekali tanpa
ada lampu, yang ada hanya tali dan beberapa lilin.
Pos demi pos terlewati dengan perjuangan
tanpa henti, semangat membara walau dengan perasaan takut, sikap disiplin dan
mental yang kuat menjadi pedang untuk menghadapi bentakan para senior. Di tiap-tiap
pos ada ciri khasnya masing-masing. Ada yang disuruh push-up sampai tangannya
yang bisa angkat badan lagi, ada yang disuruh guling sampai beberapa putaran,
ada yang disuruh jungkir ke depan dan ke belakang, ada yang disuruh qiro’ah dan
ada juga yang disuruh jalan jongkok sambil menyanyikan lagu syukur. Pada pos
terakhir, saya bertemu dengan komandan sebagai penerima pesan. Di pos inilah
semua pesan yang telah dikasihkan di awal harus disampaikan kepada komandan.
Dengan kondisi sudah tidak stabil, pikiran tidak fokus, dan mental yang agak
down semua peserta harus menyampaikan. Keunikan pos ini adalah setiap peserta
termasuk saya diberi julukan mayat oleh komandan karena telah gagal dalam
menjaga amanat dan terbunuh oleh musush. Oleh karena itu di namakan mayat.
Tiap-tiap peserta diberi nama mayat yang berbeda-beda tergantung pemberian
komandan. Kalau saya diberi nama mayat jelek, nama ini diberikan atas
dasar saya dalam menjawab pertanyaan yanag diajukan komandan itu jelek atau
kurang tegas. Ada juga dari teman-teman lain diberi nama mayat kucrit, mayat kesrek,
mayat bugil dan lain sebagainya.
Setelah menghadap komandan untuk
menyampaikan pesan, maka setelah saya disuruh tidu di dalam makam sendirian
kurang lebih selama lima belas menit. Ini bertujuan untuk mengji mental saya,
apakah berani atau tidak. Setelah selesai, akhirnya saya dikumpulkan dengan
mayat-mayat (nama julukan) lain di suatu tempat dan setelah itu kembali ke
markas sekitar pukul 04.30 WIB.
Hari ke tiga
Pada hari ketiga juga sama seperti hari
sebelumnya cuma yang membedakan adalah kegiatan caraka siang. Caraka siang sama
persis dengan caraka malam, yaitu penyampaian pesan baik lisan maupun tulisan
dari seseorang kepada instansi atau seseorang yang dituju. Tapi yang membedakan
hanyalah waktu pelaksanaannya saja. Caraka siang ini dilakukan lebih ektrim lagi dari caraka
malam. Pada awalnya para peseta disuruh
menghilangkan identitasnya dengan cara meluluri norit yang sudah dikunyah ke
semua wajah dan menutupi semua anggota badan dengan rerumputan (seperti para TNI
yang sedang menyamar). Kegiatan ini dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan
berakhir pukul 18.00 WIB. Seperti halnya caraka malam, caraka siang juga
terdapat beberapa pos yang harus dilalui oleh para peserta. Dan pelaksanaannya
tidak bersama-sama melainkan sendiri-sendiri. Ternyata giliran yang pertama
kali adalah saya dengan nomor peserta 0305.
Di pos pertama dikasih pesan yang harus
sampaikan kepada komandan tanpa
diketahui oleh musuh. Setelah mendapatkan pesan, saya langsung berangkat menuju
pos selanjutnya. Di pois kedua, adalah pos GERPER (gerakan perorangan, antara
lain: menghilang, mengguling, meninjau, membidik, dan menembak). Di pos ini
ternyata disuruh melakukan gerper dengan gerakan cepat. Yang membuat beda
adalah pos ini dilakukan di atas pasir dan dalam cuaca yang panas, karena pada
saat itu ada isu tentang badai matahari. Tapi dengan usaha pantang menyerah
akhirnya saya dapat melalui pos pertama dengan sukses.
Lanjut di pos ke dua, di pos kedua
adalah pos kompas. Sebelum masuk ke pos dua saya minta izin untuk melaksanakan
shalat dhuhur karena waktunya sudah masuk waktu dhuhur. Di saat itu saya
merasaka haus yang sangat luar biasa. Mau minum air yang ada di fefles takut
kalau para senior lihat. Kalau para senior lihat saya sedang minum air yang ada
di fefles pasti saya langsung di suruh
push-up 100 kali. Dengan ketakutan tersebut akhirnya ketika mengambil air wudhu
yang berasal dari air sawah yang airnya bercampur dengan lumpur, saya minum
sepuasnya air tersebut walau saya tahu kalau air itu adalah air kotor. Tapi apa
daya, walaupun air itu kotornya bukan main tetap saya minum karena saya mngelami
deidrasi yang luar biasa. Setelah cukup minum saya melaksanakan shakat dan
masuk pada pos 2.
Pos demi pos telah saya lalui dengan
berbagai pengalaman yang sulit saya lupakan hingga sekarang diantaranya selain
minum air yang bercampur dengan lumpur, saya juga pernah minum air sawah yang
bercampur dengan obat sawah. Dan yang paling parah adalah ketika menghadap
komandan untuk menyampaikan pesan, di situ saya disuruh makan kepiting sungai
yang masih hidup yang ukurannya berdiameter sekitar 4 cm.
Hari ke empat
Di hari terakhir ini saya dan
teman-teman hanya memunyai satu agenda, yaitu kembali ke UIN Sunan Kalijaga dengan
cara lari dan jalan kaki. Dalam prosesnya saya di masukkan ke air got, air
sungai yang amat kotor dan kembali ke jalan raya. Dan kejadian tersebut
terulang terus menerus. Dalam keadaan yang panas sekali faktor kehausan adalah
hal yang kami eluhkan. Di perjalanan saya hanya minum satu atau dua botol wadah
air setiap 2/3 Km. Dapat dibayangakn apabila melakukan jalan jauh sekali di
selingi lari ketika berada di perempatan untuk menyeberang tanpa minum, rasanya
ingin mati di tempat. Saya dan teman-teman saya merasakan kerasnya hidup yang
sebenarnya. Kalau kita lihat nilai positif dari kegiatan ini adalah bagaimana
kita bisa belajar untuk mengahadapi kehidupan yang amat kejam dan keras di
dunia ini dengan teguh dan usaha yang pantang menyerah serta tetap optimis.
Dengan rasa capek dan haus dahaga yang diiringi semnagat yang membara, akhirnya
saya dan teman-teman sampai di UIN Sunan Kalijaga. Dan kegiatan pradikpun
selesai. Inilah perjalanan pradiksar yang menguras banyak tenaga, memerlukan
fisik ekstra dan mental yang tangguh dlam menghadapinya.
Setelah selesai melakukan serangkaian
kegiatan pradiksar saya beristirahat selama kurang lebih 2 bulanan sambil
menunggu kegiatan terakhir untuk dapat masuk menwa yaitu diksar dna pembaretan.
Diksar dilakukan di AAU (Akademi Angkatan Udara) di Yogyakarta selama satu
minggu yang dimulai tanggal 19-26 April 2012. Di sana saya dilatih langsung
oleh para TNI angkatan udara yang profesional. Setelah selesai diksar
dilanjutkan dengan pembaretan di pantai patehan mulai tanggal 28-29 April 2012.
Kegiatan pembaretan adalah kegitan terakhir untuk dapat masuk dan menjabat
sebagi anggota menwa UIN Sunan Kalijaga. Pembaretan dilakukan selama dua hari,
satu hari digunakan untuk penyampaian materi tentang ke-staf-an menwa dan satu
harinya digunakan untuk prosesi pengambilan baret di pantai patehan. Untuk
menuju pantai patehan seperti halnya pradiksar, yaitu lari dan jalan kaki
seanjang 20 Km.
Dalam proses pengambilan baret langsung
di pegang oleh para alumni menwa. Terdapat lima pos dalam pengambilan bet dan
baret. Masuk pada pos pertama, sekitar
pukul 09.00 WIB, saya dan teman berusaha keras mendapatkan bet Resimen Indonesia.
Tidak semudah yang dikira untuk mendapatkan barang tersebut, saya dan
teman-teman harus merayap, mengguling, jungkir, menggali, push-up, dan sit-up
di atas pasir dan di bawah terik sinar matahari yang panasnya bukan main.
Kejadian tersebut berlangsung sampai pos lima disetiap mau mengambil bet. Di
tengah perjalanan, ternyata teman saya yang perempuan mendadak terkapar di atas
pasir panas karena tidak tahan dengan panas dan haus dahaga yang saya dan
teman-teman alami. Walaupun teman saya sudah tidak berdaya para senior tetap
berusaha membangunkannya intuk meneruskan di samping ada dorongan semangat dari
teman-teman yang lain. Tidak hanya satu orang saja yang terkapar semaput, teman
saya yang laki-laki juga ikut merasakan bagaimana tidak kuatnya berada dalam
kondisi seperti itu. Ditempa dalam kawah candra di muka tanpa istirahat.
Tapi, pengalaman yang paling tidak bisa
saya lupakan adalah ketika berada di pos lima, yaitu ketika pengambilan baret
sekitar pukul 12.30 WIB. Untuk menuju itu, saya dan teman-teman disuruh merayap,
mengguling, jungkir, menggali, push-up, dan sit-up di atas pasir dan di bawah
terik sinar matahari yang panasnya bukan main, memalingkan wajah ke matahari
dan melihat teriknya sinar matahari, menempelkan wajah ke dalam pasir yang
panasnya bukan main kemudian disuruh seperti ngepel pasir memaakai muka. Bisa
dibayangan betapa panas dan sakitnya muka ketika terkena benda kasar yang panas
kemudian disuruh mengepel. Ada juga saya disuruh menggali pasir dan muka saya
disuruh menempatkannya di dalam pasir tersebut selama beberapa menit. Dan yang
paling parah adalah saya disuruh menggali pasir yang ada baret dengan
menggunakan wajah sampai baretnya ketemu. Betapa sengsaranya saya saat itu.
Saya merasa sseperti tidak bernyawa lagi karena jiwa saya sudah ditempa habis-habisan.
Akan tetapi ada pepatah yang saya
dapatkan dari menwa “selama matahari terbit dari
timur dan terbenam di barat pasti kegiatan akan berakhir”. Pepatah itu
selalu saya ingat, dalam hati saya berkata “saya harus kuat menghadapi ini
semua, ini semua pasti akan berakhir”. Dengan tekad, usaha, semangat yang
tinggi akhirnya saya dan teman-teman dapat melaluinya dengan susah payah dan
dalam kondisi yang tak berdaya.
Inilah sedikit pengalaman yang paling
berkesan bagi saya selama ini. Semoga cerita ini dapat memberi motivasi kepada anda
untuk selalu berjuang tanpa menyerah, mempunyai semangat yan tinggi dalam
mengapai cita-cita, mempunyai tekad dan rasa kebersamaan di anatara sesama
dalam menjalani kehidupan di dunia ini yang oenuh rintangan dan tantangan.
by: Rizal Mahri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar