Selasa, 30 April 2013

Da’i Berbasis Keulamaan dan Keintelektualan





Globalisasi dan modernisasi di samping telah membawa berkah kemajuan, diakui pula telah menimbulkan krisis zaman modern. Hal itu dapat dilihat dari bebagai persoalan-persoalan yang dihadapi dalam kehidupan umat manusia. Manusia modern menghadapi berbagai krisis secara multidimensional. Baik aspek fisik, psikis, sosial, ekonomi, maupun spiritual/keagamaan. Manusia modern juga menuntut adanya sebuah hal yang serba konkrit, logis, dan pasti (kebudayaan neoteknik) dalam semua hal termasuk bidang keagamaan. Padalah ranah keagamaan tidak selamnya bersifat konkrit, indrawi, atau rasional. Ada bebarapa ranah yang menutut sebuah kepercayaan transendental, yaitu iman. Hal ini tentu menjadi masalah baru bagi umat beragama yang perlu mendapat perhatian dan solusi terbaik.
Dalam masalah agama-Islam, umat membutuhkan jawaban atas permasalahan yang dialami dalam kesehariaannya. Baik menyangkut hubungan dengan Tuhan (hablum minallah) maupun hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas). Dalam menjawab permasalahan begitu kompleks yang berhubungan dengan keagamaan. Selayaknya harus ada sebuah alat perantara dalam pelaksanaannya. Hal ini dakwah yang dapat dijadikan alternatif sebagi alat perantaranya. Dakwah dikatakan sebagai ujung tombak agama Islam dalam menyebarkan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qu’ran dan Hadits. Dakwah juga merupakan sebagai “jantung Islam” dalam mempertahankan eksistensinya. Apabila jantungnya tidak berfungsi maka seluruh tubuh akan mati. Begitu juga dengan dakwah, apabila dakwah lumpuh maka Islam akan mengalami kematian.
Dakwah yang merupakan aktualisasi Islam dihadapkan dengan permasalahan umat zaman modern yang begitu kompleks. Di antaranya mad’u (penerima dakwah) menuntut adanya hal konkrit, logis, dan pasti dalam masalah spiritual/keagamaan. Ini tentunya menjadi tantangan besar dalam bidang dakwah. Khususnya bagi para pembawa risalah Islam (da’i). Da’i dituntut untuk dapat mensyiarkan Islam secara maksimal sesuai dengan kebutuhan manusia dan perkembangan zaman. Hal ini membutuhkan formulasi baru yang harus dikuasai oleh para da’i sebagai wujud perkembangan dinamika dakwah Islam. Hemat penulis, formulasi baru yang harus dikuasai oleh para da’i adalah penguasaan ilmu agama/ keulamaan yang dipadukan dengan keintelektualan.
DBKI (Da’i berbasis keulamaan dan keintelektualan) adalah da’i yang memiliki pemahaman keagamaan dan disiplin ilmu lain yang mendalam dan rasional. DBKI mampu mentransformasikan Islam menjadi agama yang aktif, bukan agama yang pasif. Da’i seperti ini adalah sosok da’i yang mengarap “proyek” besar dalam situasi masyarakat kekinian. Di mana para da’i memiliki cara pandang dan cita-cita yang sama untuk menggerakkan revolusi. Berupa ideologi Islam dan pengetahuan ilmiah. Lihat saja para tokoh Islam yang memilki pengethuan agama luas juga keintelektualan yang tinggi. Seperti Murtadha Muthahhari, Ali Syari’ati, dan Bani Shadr. Mereka menggunakan “senjata keintelektualan” sebagai penguat dalam melakukan dakwahnya. Khususnya dalam menghadapi sistem-sistem dan ideologi global.
Dua hal tadi (keulamaan dan keintelektualan) apabila dapat dimiliki oleh para da’i tentu akan lebih maksimal dalam mentransformasikan pesan Ilahi kepada mad’u. Penyampaian pesan-pesan agama dapat disalurkan secara lebih mendalam. Dengan dibumbui bukti riil/ilmiah yang merupakan output dari keintelektualan. Penyampaian dakwah dapat berjalan lebih matang dan sesuai dengan harapan masyarakat sekarang. Di mana lebih mengedapankan kelogisan, kepastian dan kekonkritan akan suatu hukum.
Sebagian mad’u kini akan lebih menerima fatwa para da’i yang disertai dengan bukti ilmiah. Karena itu, da’i dituntut untuk dapat mengkombinasikan ilmu-ilmu keulamaan dengan keintelektualan. Mewujudkan dasar-dasar keintelektualan ke dalam analisis sosial Qur’ani. Mampu mengaktualisasikan pada realitas objektif dan memanifestasikan amal secara efektif. Disinilah kunci keberhasilan berdakwah dilihat dari perspektif da’i.
Dengan demikian, para punggawa amar ma’ruf nahi munkar dituntut untuk mengeksplorasi dan memadukan antara ilmu keagamaan dengan disiplin ilmu lain. Dengan adanya perpaduan antara keulamaan dan keintelektualan yang dimiliki oleh para da’i. Diharapkan eksistensi Islam di dunia tidak akan pudar. Bahkan menjadi lebih tegak dan berwarna. Juga memberikan makna pada perkembangan Islam yang lebih luas dan kearifan kepada umat secara keseluruhan.