I.
PENDAHULUAN
Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim dan juga sebagai ujung tombak
supaya Islam tetap eksis samapi kapanpun. Sebagai salah satu komponen penting
dalam keberhasilan dakwah Islam adalah adanya seorang da’i. Da’i bertindak
sebagi penyeru, pengajak, penuntun, dan pembawa pesan Ilahi tentu saja ingin
mencapai kesuksesan dalam mencapai tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan
dalam dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang. Dari tidak cinta Islam
menjadi cinta, dari tidak mau beramal saleh menjadi giat melakukannya, dari
cinta kemaksiatan menjadi benci dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap
kebenaran ajaran Islam.
Karena dakwah bermaksud mengubah sikap kejiwaan seorang madú
(objek dakwah), maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang
sangat penting. Psikologi memberikan pula cara-cara bagaimana yang lebih tepat
dalam pemecahan masalah-masalah kemanusiaan, baik ia sebagai individu atau
sebagai kelompok masyarakat, begitu pula dapat diterapkan dalam masalah agama,
khususnya sebagai acuan metodologi dakwah, merupakan suatu yang tidak dapat
ditinggalkan. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini, diharapkan kita
dapat melaksanakan tugas dakwah dengan pendekatan kejiwaan. Rasul SAW dalam
dakwahnya memang sangat memperhatikan tingkat kesiapan jiwa orang yang
didakwahinya dalam menerima pesan-pesan dakwah.
Pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan landasan dimana metodelogi
dakwah seharusnya dikembangkan. Psikologi dakwah membantu para da’i dan para
penerang agama memahami latar belakang hidup naluri manusia sebagai makhluk
individual maupun sebagai makhluk social. Dengan pemahaman tersebut para da;I
akan mampu menghitungkan, mengendalikan serta mengarahkan perkembangan
modernisasi masyarakat berdasarkan pengaruh teknologi modern yang positif.
Sikap bersabar dan optimis dalam berdakwah bahwa Allah akan memberikan
jalan bagi mereka yang mendapatkan petunjuk. Allah akan mendampingi mereka yang
tegar dan berbuat kebaikan. Sehingga dakwah menjadi pilar utama dalam
pencapaian posisi umat Islam dalam kemaslahatan.
II.
PEMBAHASAN
A.
POSISI PSIKOLOGI DAKWAH DALAM
IMPLEMENTASI AKTIVITAS DAKWAH
Dakwah menurut terminologi berarti menyeru, mengajak, menuntun, dan
mengarahkan. Sedangkan menurut etimologi dakwah berarti aktivitas menyampaikan
kebaikan dan mengajarkan serta memperaktekan ajaran Islam di dalam kehidupan
sehari-hari. Di dalam prakteknya tentu saja ada beberapa komponen yang harus
ada dalam aktivitas dakwah, di antaranya da’i, mad’u, pesan, metode, dan media.
Agar aktivitas dakwah dapat berjalan dengan efektif dan efisien tentu saja
harus memaksimalkan setiap komponen yang ada dalam dakwah. Salah satu komponen
di atas yang mungkin dianggap penting untuk dimaksimalkan adalah da’i. Da’i
sebagai pihak yang menyampaikan pesan sangat perlu membutuhkan pemahaman semua
hal yang berkaitan dengan kesuksesan dalam berdakwah.
Salah satu aspek yang perlu dipahami bagi da’i adalah aspek psikologi. Di
samping da’i memahami komponen-komponen dakwah yang bersifat material da’i juga
harus mampu memahami sesuatu yang
bersifat immaterial seperti psikologi. Da’i diharapkan mampu memahami kejiwaan
mad’u yang notabene mempunyai perasaan dan pemahaman yang berbeda-beda, karena
setiap orang mempunyai kepribadian dan karakter yang berbeda-beda. Dengan
memahami psikologi mad’u, da’i dapat memilih dan menggunakan metode dan media
yang tepat agar dakwah yang dilakukan dapat berjalan efektif dan efisien. Tidak
mungkin seorang da’i menggunakan metode yang sama padahal semua orang keadaan
jiwanya tidak sama satu dengan yang lain.
Di sinilah letak peran psikologi khususnya psikologi dakwah yang
memberikan gambaran dan pemahaman kepada da’i tentang keadaan mad’u supaya
dalam aktivitas dakwahnya dapat berjalan dengan sukses. pemahaman yang akan
membuat da’i lebih mudah melakukan aktivitas dakwah. Karena banyak da’i amatir
yang hanya menyampaikan pesan agama belaka tanpa melihat dan memahami dulu
kondisi kejiwaan atau kondisi dari mad’u. Banyak yang asal-asalan menyampaikan,
menyeru, dan mengajak tanpa melihat sesuatu yang sangat penting dalam
berlangsungnya aktivitas dakwah Islam. Oleh karena itu, menurut penulis, bagi
seorang da’i wajib mengetahui dan mengamalkan ilmu psikologi sebagai ilmu
penunjang dalam aktivitas dakwah Islam.
B.
KARAKTERISTIK YANG HARUS DIFAHAMI TENTANG SASARAN DAKWAH
Karakteristik yang harus
dipahami tentang sasaran dakwah dapat dilihat dari beberapa perspektif, tapi
yang paling menonjol adalah dari segi usia. Maka penulis akan memaparkan
karakteristik yang harus dipahami tentang sasaran dakwah dari segi usia sasaran
dakwah. itu semua dapat digolongkan dalam tiga masa/periode, yaitu masa
anak-anak, masa remaja, dan masa dewasa.
1. Masa Anak-anak
Dari segi aktivitas keberagamaan, anak-anak masih
dalam taraf meniru. Anak-anak cenderung meniru dan ikut apa yang dia tahu dan
dilihat tentang apa saja yang dilakukan oleh orang-orang yang di sekitarnya.
Ketika seorang anak melihat orang tuanya
sedang mengaji, lama-kelamaan anak
tersebut akan mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang tuanya. Anak-anak belum bisa mencerna seuatu
hal yang lebih dalam dan juga cara berpikir mereka masih operasional kongkrit.
Kalaupun ada yang abstrak maka mereka akan mengkongkritkannya dengan caranya.
Fantasi menjadi menonjol dalam cara berpikir mereka. Karena fantasi mereka
lebih menonjol, maka hal iru mengakibatkan anak lebih bersifat egosentris dan
pengalaman dalam aspek religius yang dimiliki masih sangat terbatas terbatas.
2. Masa Remaja
Berbeda denga anak-anak, masa remaja sudah lebih maju.
Cara berpikirnya sudah masuk operasional formal. Sudah tidak meniru dengan
orang-orang yang ada disekitarnya. Masa
remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Kadang yang
dipikirkan lurus dengan apa yang telah dipikirkan oleh orang-orang dewasa. Tapi
di sisi lain, kadang melakukan hal-hal sepeeti yang dilakukan oleh anak-anak.
Hal tersebut sama dengan perilaku aktivitas keberagaman seseorang ketika
memasuki masa remaja.
Masa remaja juga ditandai dengan perubahan cara
berpikir memunculkan religious doubt. Cara berfikir yang berawal dari kesdarannya sendiri tersebut akan
membawa pada lubang keragu-raguan dalam aspek keberagaman. Karena dia harus
memilih di antara beberapa pilihan tata cara beragama. Masa remaja juga
berfungsi sebagai pengoreksi aktivitas keberagamaan masa anak-anak oleh
pandangan kepentingan dan fungsi aktivitas bagi individu.
3. Masa Dewasa
Masa dewasa merupakan
masa di mana seseorang sudah dikatakan mencapai puncak tertinggi dalam ranah
berfikir, termasuk berfikir dalam aspek keberagaman. Orang dewasa sudah mampu mendeferiesiasi/membedakan
kehidupan beragama. Pemahaman agama sudah komprehensif dan dianut sebagai
falsafah hidup.
Agama dapat dijadikan sebagai bagian integral dalam
kehidupan. Ketika seseorang telah memasuki masa dewasa, maka agama dijadikan seseuatu
yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupannya. Agama dianggap memberikan
kepuasan dan petunjuk dalam hidupnya, sehingga agama dalam masa dewasa sulit
untuk dihilangkan kecuali bagi orang-orang yang mengesampingkan Tuhan dan
agama. Dan masa dewasa mampu berpikir heuristik dan prinsip pengubahan sikap
C.
RUMUSAN PRINSIP KERJA PENGUBAH SIKAP
Untuk terjadi
perubahan sikap diperlukan teori disonasi kognitif yang membahas tentang konsep
motivasi bagi seseorang untuk bersikap dan mentukan sikap demi mengurangi rasa
ketidak nyamanan yang dirasakan. Ada empat hal yang menjadi asumsi dalam sebuah
teori disonasi kognitif. Yaitu :
1. Adanya kondisi
bahwa rnanusia memiliki keinginan untuk rnendapatkan konsistensi pada masalah
keyakinan, perilaku serta sikapnya. Dalam teori ini yang ditekankan adalah
sifat dasar manusia yang menginginkan dan rnenganggap penting adanya stabilitas
serta konsistensi dalam sikap manusia.
2. Disonansi
tercipta karena adanya inkonsistensi biologis manusia, dasar dari asumsi ini
adalah adanya kenyataan bahwa kondisi psikologis rnanusia tidak bisa
diposisikan selalu stabil dan konsisten.
3. Disonansi
tercipta karena adanya sebush perasaan tidak suka rnanusia pada sesuatu yang
rnenyebabkan tindakan yang dampaknya tidak bisa diukur. Teori ini rnerujuk pada
sebush kondisi di mana rnanusia berusaha melarnpiaskan perasaan tidak nyamannya
sehinga merasa keluar dari posisi tersebut
4. Adanya disonansi
akan menjadi sebuah stimulus bagi manusia untuk rnernperoleh konsonansi serta
rnendapatkan fisaha untuk rnengurangi disonansi yang terjadi padanya. Pada
teori ini anggapan yang digunakan adalah bahwa rnanusia mernbutuhkan dorongan
dalarn upaya keluar dari kondisi yang inkonsisten sehingga bisa kernbali
konsisten.
Selain cara di atas
juga ada cara lain yang dapat digunakan dalam pengubahan sikap yang perlu
dilakukan dlam aktivitas dakwah, yaitu menggunakan metode yang telah
dipraktekan oleh junjungan kita nabi agung Muhammad SAW. Tapi pada kesempatan
kali ini, penulis hanya akan membahas tiga metode dari beberapa metode yang ada. Yang pertama
adalah dakwah bi lisan. Dakwah yang
selama ini dilakukan oleh para da’i tentunya tidak akan bisa lepas dari cara
yang satu ini, begitu juga dalam pengubahan sikap dalam dakwah. Metode ini
adalah metode utama yang dapat digunakan walaupun ada beberapa metode lain yang
tidak kalah bagus.
Metode yang kedua adalah
dakwah bil haal (dakwah dengan
keteladanan). Metode ini adalah kelanjutan dari
metode yang pertama. metode bi lisan tidak akan berhasil jika tidak
dilanjutkan dengan metode bil haal. Apabila seorang da’i dalam usahanya merubah
sikap mad’u tidak diiringi dengan langkah atau perilaku yang mencerminkan
perkataannya, maka dia akan terkena adzab Allah. Ada yang bilang bahwa
sebaik-baik perintah adalah dengan mencontohkan/keteladanan. Artinya
orang-orang akan lebih suka mengikuti da’i yang melakukan apa yang dikatakanya,
karena secara psikologi hal tersebut menimbulkan keyakinan bagi mad’u.
Metode yang ketiga
adalah sabar dan optimis. Sabar dan
di sisni sangat diperlukan bagi seorang da’i dalam dakwaknya. Tentu kita ingat
sebuah kisah yang menceritakan bahwa rasul sering dilempari kotoran unta,
dicaci maki dll oleh kaum kafir. Tapi dengan kesabaran yang rasul miliki,
lambat laun banyak orang kafir yang justru berpindah menjadi muslim. Selain
sabar optimis juga sangat diperlukan dalam berdakwah, apapun yang diiringi rasa
optimis maka kedepannya akan berjalan dengan baik dan lancar. Begitu juga
aktivitas dakwah, dalam dakwah harus diiringi dengan rasa optimis.
Pada hakikatnya,
jika para da’i saat ini mampu mengkombinasikan antara metode dakwah rasulullah
dengan kajian ilmu psikologi, maka dakwah akan sangat efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar