Selasa, 01 Mei 2012

Peran Psikologi Dakwah dalam Aktivitas Dakwah


                        I.          PENDAHULUAN
Dakwah merupakan kewajiban setiap muslim dan juga sebagai ujung tombak supaya Islam tetap eksis samapi kapanpun. Sebagai salah satu komponen penting dalam keberhasilan dakwah Islam adalah adanya seorang da’i. Da’i bertindak sebagi penyeru, pengajak, penuntun, dan pembawa pesan Ilahi tentu saja ingin mencapai kesuksesan dalam mencapai tugas dakwah. Salah satu bentuk keberhasilan dalam dakwah adalah berubahnya sikap kejiwaan seseorang. Dari tidak cinta Islam menjadi cinta, dari tidak mau beramal saleh menjadi giat melakukannya, dari cinta kemaksiatan menjadi benci dan tertanam dalam jiwanya rasa senang terhadap kebenaran ajaran Islam.
Karena dakwah bermaksud mengubah sikap kejiwaan seorang madú (objek dakwah), maka pengetahuan tentang psikologi dakwah menjadi sesuatu yang sangat penting. Psikologi memberikan pula cara-cara bagaimana yang lebih tepat dalam pemecahan masalah-masalah kemanusiaan, baik ia sebagai individu atau sebagai kelompok masyarakat, begitu pula dapat diterapkan dalam masalah agama, khususnya sebagai acuan metodologi dakwah, merupakan suatu yang tidak dapat ditinggalkan. Dengan pengetahuan tentang psikologi dakwah ini, diharapkan kita dapat melaksanakan tugas dakwah dengan pendekatan kejiwaan. Rasul SAW dalam dakwahnya memang sangat memperhatikan tingkat kesiapan jiwa orang yang didakwahinya dalam menerima pesan-pesan dakwah.
Pada hakikatnya psikologi dakwah merupakan landasan dimana metodelogi dakwah seharusnya dikembangkan. Psikologi dakwah membantu para da’i dan para penerang agama memahami latar belakang hidup naluri manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai makhluk social. Dengan pemahaman tersebut para da;I akan mampu menghitungkan, mengendalikan serta mengarahkan perkembangan modernisasi masyarakat berdasarkan pengaruh teknologi modern yang positif.
Sikap bersabar dan optimis dalam berdakwah bahwa Allah akan memberikan jalan bagi mereka yang mendapatkan petunjuk. Allah akan mendampingi mereka yang tegar dan berbuat kebaikan. Sehingga dakwah menjadi pilar utama dalam pencapaian posisi umat Islam dalam kemaslahatan.
                     II.          PEMBAHASAN
A.         POSISI PSIKOLOGI DAKWAH DALAM IMPLEMENTASI AKTIVITAS DAKWAH
Dakwah menurut terminologi berarti menyeru, mengajak, menuntun, dan mengarahkan. Sedangkan menurut etimologi dakwah berarti aktivitas menyampaikan kebaikan dan mengajarkan serta memperaktekan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam prakteknya tentu saja ada beberapa komponen yang harus ada dalam aktivitas dakwah, di antaranya da’i, mad’u, pesan, metode, dan media. Agar aktivitas dakwah dapat berjalan dengan efektif dan efisien tentu saja harus memaksimalkan setiap komponen yang ada dalam dakwah. Salah satu komponen di atas yang mungkin dianggap penting untuk dimaksimalkan adalah da’i. Da’i sebagai pihak yang menyampaikan pesan sangat perlu membutuhkan pemahaman semua hal yang berkaitan dengan kesuksesan dalam berdakwah.
Salah satu aspek yang perlu dipahami bagi da’i adalah aspek psikologi. Di samping da’i memahami komponen-komponen dakwah yang bersifat material da’i juga harus mampu memahami sesuatu  yang bersifat immaterial seperti psikologi. Da’i diharapkan mampu memahami kejiwaan mad’u yang notabene mempunyai perasaan dan pemahaman yang berbeda-beda, karena setiap orang mempunyai kepribadian dan karakter yang berbeda-beda. Dengan memahami psikologi mad’u, da’i dapat memilih dan menggunakan metode dan media yang tepat agar dakwah yang dilakukan dapat berjalan efektif dan efisien. Tidak mungkin seorang da’i menggunakan metode yang sama padahal semua orang keadaan jiwanya tidak sama satu dengan yang lain.
Di sinilah letak peran psikologi khususnya psikologi dakwah yang memberikan gambaran dan pemahaman kepada da’i tentang keadaan mad’u supaya dalam aktivitas dakwahnya dapat berjalan dengan sukses. pemahaman yang akan membuat da’i lebih mudah melakukan aktivitas dakwah. Karena banyak da’i amatir yang hanya menyampaikan pesan agama belaka tanpa melihat dan memahami dulu kondisi kejiwaan atau kondisi dari mad’u. Banyak yang asal-asalan menyampaikan, menyeru, dan mengajak tanpa melihat sesuatu yang sangat penting dalam berlangsungnya aktivitas dakwah Islam. Oleh karena itu, menurut penulis, bagi seorang da’i wajib mengetahui dan mengamalkan ilmu psikologi sebagai ilmu penunjang dalam aktivitas dakwah Islam.
B.         KARAKTERISTIK YANG HARUS DIFAHAMI TENTANG SASARAN DAKWAH
Karakteristik yang harus dipahami tentang sasaran dakwah dapat dilihat dari beberapa perspektif, tapi yang paling menonjol adalah dari segi usia. Maka penulis akan memaparkan karakteristik yang harus dipahami tentang sasaran dakwah dari segi usia sasaran dakwah. itu semua dapat digolongkan dalam tiga masa/periode, yaitu masa anak-anak, masa remaja, dan masa dewasa.
1.    Masa Anak-anak
Dari segi aktivitas keberagamaan, anak-anak masih dalam taraf meniru. Anak-anak cenderung meniru dan ikut apa yang dia tahu dan dilihat tentang apa saja yang dilakukan oleh orang-orang yang di sekitarnya. Ketika seorang anak melihat  orang tuanya sedang  mengaji, lama-kelamaan anak tersebut akan mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang  tuanya. Anak-anak belum bisa mencerna seuatu hal yang lebih dalam dan juga cara berpikir mereka masih operasional kongkrit. Kalaupun ada yang abstrak maka mereka akan mengkongkritkannya dengan caranya. Fantasi menjadi menonjol dalam cara berpikir mereka. Karena fantasi mereka lebih menonjol, maka hal iru mengakibatkan anak lebih bersifat egosentris dan pengalaman dalam aspek religius yang dimiliki masih sangat terbatas terbatas.
2.    Masa Remaja
Berbeda denga anak-anak, masa remaja sudah lebih maju. Cara berpikirnya sudah masuk operasional formal. Sudah tidak meniru dengan orang-orang  yang ada disekitarnya. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa. Kadang yang dipikirkan lurus dengan apa yang telah dipikirkan oleh orang-orang dewasa. Tapi di sisi lain, kadang melakukan hal-hal sepeeti yang dilakukan oleh anak-anak. Hal tersebut sama dengan perilaku aktivitas keberagaman seseorang ketika memasuki masa remaja.
Masa remaja juga ditandai dengan perubahan cara berpikir memunculkan religious doubt. Cara berfikir yang berawal dari kesdarannya sendiri tersebut akan membawa pada lubang keragu-raguan dalam aspek keberagaman. Karena dia harus memilih di antara beberapa pilihan tata cara beragama. Masa remaja juga berfungsi sebagai pengoreksi aktivitas keberagamaan masa anak-anak oleh pandangan kepentingan dan fungsi aktivitas bagi individu.
3.    Masa Dewasa
Masa dewasa merupakan masa di mana seseorang sudah dikatakan mencapai puncak tertinggi dalam ranah berfikir, termasuk berfikir dalam aspek keberagaman. Orang dewasa sudah mampu mendeferiesiasi/membedakan kehidupan beragama. Pemahaman agama sudah komprehensif dan dianut sebagai falsafah hidup.
Agama dapat dijadikan sebagai bagian integral dalam kehidupan. Ketika seseorang telah memasuki masa dewasa, maka agama dijadikan seseuatu yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupannya. Agama dianggap memberikan kepuasan dan petunjuk dalam hidupnya, sehingga agama dalam masa dewasa sulit untuk dihilangkan kecuali bagi orang-orang yang mengesampingkan Tuhan dan agama. Dan masa dewasa mampu berpikir heuristik dan prinsip pengubahan sikap
C.         RUMUSAN PRINSIP KERJA PENGUBAH SIKAP
Untuk terjadi perubahan sikap diperlukan teori disonasi kognitif yang membahas tentang konsep motivasi bagi seseorang untuk bersikap dan mentukan sikap demi mengurangi rasa ketidak nyamanan yang dirasakan. Ada empat hal yang menjadi asumsi dalam sebuah teori disonasi kognitif. Yaitu :
1. Adanya kondisi bahwa rnanusia memiliki keinginan untuk rnendapatkan konsistensi pada masalah keyakinan, perilaku serta sikapnya. Dalam teori ini yang ditekankan adalah sifat dasar manusia yang menginginkan dan rnenganggap penting adanya stabilitas serta konsistensi dalam sikap manusia.
2. Disonansi tercipta karena adanya inkonsistensi biologis manusia, dasar dari asumsi ini adalah adanya kenyataan bahwa kondisi psikologis rnanusia tidak bisa diposisikan selalu stabil dan konsisten.
3. Disonansi tercipta karena adanya sebush perasaan tidak suka rnanusia pada sesuatu yang rnenyebabkan tindakan yang dampaknya tidak bisa diukur. Teori ini rnerujuk pada sebush kondisi di mana rnanusia berusaha melarnpiaskan perasaan tidak nyamannya sehinga merasa keluar dari posisi tersebut
4. Adanya disonansi akan menjadi sebuah stimulus bagi manusia untuk rnernperoleh konsonansi serta rnendapatkan fisaha untuk rnengurangi disonansi yang terjadi padanya. Pada teori ini anggapan yang digunakan adalah bahwa rnanusia mernbutuhkan dorongan dalarn upaya keluar dari kondisi yang inkonsisten sehingga bisa kernbali konsisten.
Selain cara di atas juga ada cara lain yang dapat digunakan dalam pengubahan sikap yang perlu dilakukan dlam aktivitas dakwah, yaitu menggunakan metode yang telah dipraktekan oleh junjungan kita nabi agung Muhammad SAW. Tapi pada kesempatan kali ini, penulis hanya akan membahas tiga metode  dari beberapa metode yang ada. Yang pertama adalah dakwah bi lisan. Dakwah yang selama ini dilakukan oleh para da’i tentunya tidak akan bisa lepas dari cara yang satu ini, begitu juga dalam pengubahan sikap dalam dakwah. Metode ini adalah metode utama yang dapat digunakan walaupun ada beberapa metode lain yang tidak kalah bagus.
Metode yang kedua adalah dakwah bil haal (dakwah dengan keteladanan). Metode ini adalah kelanjutan dari  metode yang pertama. metode bi lisan tidak akan berhasil jika tidak dilanjutkan dengan metode bil haal. Apabila seorang da’i dalam usahanya merubah sikap mad’u tidak diiringi dengan langkah atau perilaku yang mencerminkan perkataannya, maka dia akan terkena adzab Allah. Ada yang bilang bahwa sebaik-baik perintah adalah dengan mencontohkan/keteladanan. Artinya orang-orang akan lebih suka mengikuti da’i yang melakukan apa yang dikatakanya, karena secara psikologi hal tersebut menimbulkan keyakinan bagi mad’u.
Metode yang ketiga adalah sabar dan optimis. Sabar dan di sisni sangat diperlukan bagi seorang da’i dalam dakwaknya. Tentu kita ingat sebuah kisah yang menceritakan bahwa rasul sering dilempari kotoran unta, dicaci maki dll oleh kaum kafir. Tapi dengan kesabaran yang rasul miliki, lambat laun banyak orang kafir yang justru berpindah menjadi muslim. Selain sabar optimis juga sangat diperlukan dalam berdakwah, apapun yang diiringi rasa optimis maka kedepannya akan berjalan dengan baik dan lancar. Begitu juga aktivitas dakwah, dalam dakwah harus diiringi dengan rasa optimis.
Pada hakikatnya, jika para da’i saat ini mampu mengkombinasikan antara metode dakwah rasulullah dengan kajian ilmu psikologi, maka dakwah akan sangat efektif.

Tidak ada komentar: