Fenomena santet kini telah menjadi isu hangat yang santer
diperbincangkan. Tidak hanya di kalangan selebriti, di kalangan anggota DPR
kini menjadi masalah serius. Bahkan santet kini menjadi sajian pokok media,
baik elektronik maupun cetak. Yaitu tentang diusulkannya santet dimasukkan
dalam RUU KUHP oleh DPR. Hal ini tentu mendapat respon beragam dari masyarakat,
khususnya para anggota DPR sendiri. Ada yang mendukung juga ada yang menolak.
Dialektika keduanya sampai sekarang belum mendapatkan titik terang untuk ke
depan. Namun sebelum membahas lebih lanjut diskursus santet dalam RUU KUHP. Ada
baiknya kita ketahui makna dari santet itu sendiri, sehingga kita paham apa
yang sedang kita bahas sekarang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
santet sama dengan sihir; jadi menyantet sama dengan menyihir. Selain itu
santet juga mengadung arti pertama, perbuatan yang ajaib yang dilakukan
dengan pesona dan kekuatan gaib (guna-guna, mantra dan sebagainya). Kedua,
ilmu tentang penggunaan kekuatan gaib. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan
bahwa orang yang memiliki sihir maka disebut sebagai tukang sihir.
Sebagai individu yang tinggal dalam masyarakat, kita tidak bisa
mengelak untuk tidak menafikan santet. Dalam kehidupan ini, santet memang diakui
keberadaannya. Para pengusul santet untuk dimasukkan dalam RUU KUHP juga
menyadari akan hal itu. Selain memang diakui keberadaanya, masyarakat juga
mengakui akan bahaya yang ditimbulkan. Banyak kejadian aneh berbahaya akibat
santet yang tidak bisa di nalar oleh akal sehat. Misalnya terdapat jarum, besi,
atau kawat diperut seseorang. Tiba-tiba muntah-muntah darah bercampur baut
(sejenis besi kecil) dan perut menjadi besar. Atau bahkan tiba-tiba merasa
kesakitan, kejang-kejang dan langsung meninggal.
Berangkat dari fenomena di atas, angggota DPR kini telah serius
membicarakan masalah santet dan mengusulkannya supaya dimasukkan dalam RUU KUHP.
Namun seperti yang telah dijelaskan di atas, usulan tersebut mendapat respon
berbeda di kalangan anggota DPR. Hal ini tak pelak memunculkan diskursus atau
dialektika yang sampai saat ini tak kunjung reda di kalangan DPR. Bagi yang
sependapat santet dimasukkan dalam RUU KUHP, santet dianggap dapat membahayakan
orang lain. Selain itu pelaku santet dikatakan telah melakukan tindak pidana
karena telah menciderai atau melukai orang lain dengan ilmu sihirnya atau
santetnya. Sehingga santet atau pelaku santet perlu dimasukkan dalam KUHP. Hal
ini dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya santet di masyarakat.
Di lain sisi, pihak yang kontra beranggapan bahwa jika masalah
santet dimasukkan dalam KUHP, bagaimana cara membuktikannya? Dapatkah santet
dibuktikan dengan pengalaman empiris atau legal formal? Dapatkah pelaku santet
langsung dikenahi hukuman hanya dengan pengakuan dari orang lain? Padahal dalam
hukum, apapun harus dapat dibuktikan secara riil atau empiris, kemudian
disahkan di pengadilan berdasarkan bukti riil tersebut. Sedangkan santet
adalah masalah gaib, bukan masalah legal formal yang menjadi ciri khas hukum. Kalau
masalah santet belum bisa dibuktikan secara nyata, maka tidak bisa dimasukkan
dalam KUHP. Atau apabila pelaku santet belum bisa dibuktikan bahwa dia lah yang
telah melakukan santet tanpa ada bukti, maka tidak bisa dimasukkan dalam RUU KUHP.
Selain tidak bisa dibuktikan secara empiris, santet juga akan memunculkan
fitnah terhadap seseorang apabila dimasukkan dalam KUHP. Seseorang dapat
menjadi tertuduh atas pengakuan orang lain yang mengatakan bahwa orang
tersebutlah yang menyantet. Padahal kembali lagi, tidak ada bukti nyata yang
memadahi.
Inilah yang menjadi dialektika panjang anggota DPR dalam usahanya
memasukkan santet dalam RUU KUHP. Dalam kasus santet, rasanya sulit menemukan
alat bukti. Karena itu, menurut logika hukum, perkara santet sulit diproses
secara hukum dan kasusnya sulit dibawa ke meja hijau. Namun, sebagai masyarakat
awam yang tidak tahu menahu tentang hukum. Kita hanya bisa berharap bahwa
masalah santet ini dapat terselesaikan dengan baik. Baik masalah santet itu
sendiri maupaun hukum yang mengaturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar